Jumat, 06 April 2012

kimia tanah


BAB I
PENDAHULUAN
1.1       Latar Belakang
Pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh sifat-sifat kesuburan tanahnya yakni kesuburan fisik, kesuburan kimia dan kesuburan biologis. Kalau kesuburan fisik lebih mengutamakan tentang keadaan fisik tanah yang banyak kaitannya drengan penyediaan air dan udara tanah, maka kesuburan kimia berperan dalam menentukan dan menjelaskan reaksi-reaksi kimia yang menyangkut dalam masalah-­masalah ketersediaan unsur hara bagi pertumbuhan tanaman. Untuk mencapai rnaksud tersebut, maka pembahasan mengenai sifat kimia tanah ini kita batasi pada. hal-hal yang berkaitan erat dengan masalah-masalah antara lain : Reaksi tanah (pH), koloid tanah, pertukaran kation, dan kejenuhan basa.

1.2       Rumusan Masalah
·         Bagaimana sifat kimia tanah ?
1.3       Tujuan
·         Untuk mengetahui sifat kimia tanah.
·         Untuk memenuhi tugas mata kuliah Geografi Tanah dan Lingkungan.


BAB II
DASAR TEORI
1.      1 Sifat Kimia Tanah
1.      1. 1 Derajat Kemasaman Tanah
 Reaksi tanah menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah yang dinyatakan dengan nilai pH. Nilai pH menunjukkan banyaknya konsentrasi ion hidrogen (H+) di dalam tanah. Makin tinggi kadar ion H+ didalam tanah, semakin masam tanah tersebut. Di dalam tanah selain H+ dan ion-ion lain ditemukan pula ion OH-, yang jumlahnya berbanding terbalik dengan banyaknya H+.
 Pada tanah-tanah masam jumlah ion H+ lebih tinggi daripada OH-, sedang pada tanah alkalis kandungan OH- lebih banyak daripada H+. Bila kandungan H+ sama dengan OH- , maka tanah bereaksi netral yaitu mempunyai pH = 7 (Anonim 1991).

             Nilai pH berkisar dari 0-14 dengan pH 7 disebut netral sedangkan pH kurang dari 7 disebut masam dan pH lebih dari 7 disebut alkalis. Walaupun dcmikian pH tanah umumnya berkisar dari 3,0-9,0. Di Indonesia unumnya tanahnya bereaksi masam dengan 4,0 – 5,5 sehingga tanah dengan pH 6,0 – 6,5 sering telah dikatakan cukup netral meskipun sebenarnya masih agak masam. Di daerah rawa-rawa sering ditemukan tanah-tanah sangat masam dengan pH kurang dari 3,0 yang disebut tanah sangat masam karena banyak mengandung asam sulfat. Di daerah yang sangat kering kadang-kadang pH tanah sangat tinggi (pH lebih dari 9,0) karena banyak mengandung garam Na (Anonim 1991)
2        1. 2 C-Organik
  Kandungan bahan organik dalam tanah merupakan salah satu faktor yang berperan dalam menentukan keberhasilan suatu budidaya pertanian. Hal ini dikarenakan bahan organik dapat meningkatkan kesuburan kimia, fisika maupun biologi tanah. Penetapan kandungan bahan organik dilakukan berdasarkan jumlah C-Organik (Anonim 1991).




Bahan organik tanah sangat menentukan interaksi antara komponen abiotik dan biotik dalam ekosistem tanah. Musthofa (2007) dalam penelitiannya menyatakan bahwa kandungan bahan organik dalam bentuk C-organik di tanah harus dipertahankan tidak kurang dari 2 persen, Agar kandungan bahan organik dalam tanah tidak menurun dengan waktu akibat proses dekomposisi mineralisasi maka sewaktu pengolahan tanah penambahan bahan organik mutlak harus diberikan setiap tahun. Kandungan bahan organik antara lain sangat erat berkaitan dengan KTK (Kapasitas Tukar Kation) dan dapat meningkatkan KTK tanah. Tanpa pemberian bahan organik dapat mengakibatkan degradasi kimia, fisik, dan biologi tanah yang dapat merusak agregat tanah dan menyebabkan terjadinya pemadatan tanah (Anonim 1991).
2        1. 3 N-Total
Nitrogen merupakan unsur hara makro esensial, menyusun sekitar 1,5 % bobot tanaman dan berfungsi terutama dalam pembentukan protein (Hanafiah 2005).
Menurut Hardjowigeno (2003) Nitrogen dalam tanah berasal dari :
a.       Pupuk
b.      Air Hujan
c.       Bahan Organik Tanah : Bahan organik halus dan bahan organik kasar
d.      Pengikatan oleh mikroorganisme dari N udara
Sumber N berasal dari atmosfer sebagai sumber primer, dan lainnya berasal dari aktifitas didalam tanah sebagai sumber sekunder. Fiksasi N secara simbiotik khususnya terdapat pada tanaman jenis leguminoseae sebagai bakteri tertentu. Bahan organik juga membebaskan N dan senyawa lainnya setelah mengalami proses dekomposisi oleh aktifitas jasad renik tanah.
Hilangnya N dari tanah disebabkan karena digunakan oleh tanaman atau mikroorganisme. Kandungan N total umumnya berkisar antara 2000 – 4000 kg/ha pada lapisan 0 – 20 cm tetapi tersedia bagi tanaman hanya kurang 3 % dari jumlah tersebut (Hardjowigeno 2003). Manfaat dari Nitrogen adalah untuk memacu pertumbuhan tanaman pada fase vegetatif, serta berperan dalam pembentukan klorofil, asam amino, lemak, enzim, dan persenyawaan lain (RAM 2007). Nitrogen terdapat di dalam tanah dalam bentuk organik dan anorganik. Bentuk-bentuk organik meliputi NH4, NO3, NO2, N2O dan unsur N. Tanaman menyerap unsur ini terutama dalam bentuk NO3, namun bentuk lain yang juga dapat menyerap adalah NH4, dan urea (CO(N2))2 dalam bentuk NO3. Selanjutnya, dalam siklusnya, nitrogen organik di dalam tanah mengalami mineralisasi sedangkan bahan mineral mengalami imobilisasi. Sebagian N terangkut, sebagian kembali scbagai residu tanaman, hilang ke atmosfer dan kembali lagi, hilang melalui pencucian dan bertambah lagi melalui pemupukan. Ada yang hilang atau bertambah karena pengendapan.
2        1. 4 Kalium (K)
Kalium merupakan unsur hara ketiga setelah Nitrogen dan Fosfor yang diserap oleh tanaman dalam bentuk ion K+. Muatan positif dari Kalium akan membantu menetralisir muatan listrik yang disebabkan oleh muatan negatif Nitrat, Fosfat, atau unsur lainnya. Hakim et al. (1986), menyatakan bahwa ketersediaan Kalium merupakan Kalium yang dapat dipertukarkan dan dapat diserap tanaman yang tergantung penambahan dari luar, fiksasi oleh tanahnya sendiri dan adanya penambahan dari kaliumnya sendiri.
Kalium tanah terbentuk dari pelapukan batuan dan mineral-mineral yang mengandung kalium. Melalui proses dekomposisi bahan tanaman dan jasad renik maka kalium akan larut dan kembali ke tanah. Selanjutnya sebagian besar kalium tanah yang larut akan tercuci atau tererosi dan proses kehilangan ini akan dipercepat lagi oleh serapan tanaman dan jasad renik. Beberapa tipe tanah mempunyai kandungan kalium yang melimpah. Kalium dalam tanah ditemukan dalam mineral-mineral yang terlapuk dan melepaskan ion-ion kalium. Ion-ion adsorpsi pada kation tertukar dan cepat tersedia untuk diserap tanaman. Tanah-tanah organik mengandung sedikit Kalium.
Natrium (Na)

            Natrium merupakan unsur penyusun lithosfer keenam setelah Ca yaitu 2,75% yang berperan penting dalam menentukan karakteristik tanah dan pertumbuhan tanaman terutama di daerah kering dan agak kering yang berdekatan dengan pantai, karena tingginya kadar Na di laut, suatu tanah disebut tanah alkali jika KTK atau muatan negatif koloid-koloidnya dijenuhi oleh ≥ 15% Na, yang mencerminkan unsur ini merupakan komponen dominan dari garam-garam larut yang ada. Pada tanah-tanah ini, mineral sumber utamanya adalah halit (NaCl). Kelompok tanah alkalin ini disebut tanah halomorfik, yang umumnya terbentuk di daerah pesisir pantai iklim kering dan berdrainase buruk. Sebagaimana unsur mikro, Na juga bersifat toksik bagi tanaman jika terdapat dalam tanah dalam jumlah yang sedikit berlebihan (Hanafiah, 2005).
Kalsium (Ca)
  Kalsium tergolong dalam unsur-unsur mineral essensial sekunder seperti Magnesium dan Belerang. Ca2+ dalam larutan dapat habis karena diserap tanaman, diambil jasad renik, terikat oleh kompleks adsorpsi tanah, mengendap kembali sebagai endapan-endapan sekunder dan tercuci (Leiwakabessy 1988). Adapun manfaat dari kalsium adalah mengaktifkan pembentukan bulu-bulu akar dan biji serta menguatkan batang dan membantu keberhasilan penyerbukan, membantu pemecahan sel, membantu aktivitas beberapa enzim (RAM 2007).

Article I.                2 Kapasitas Tukar Kation (KTK)

 Kapasitas tukar kation (KTK) merupakan sifat kimia yang sangat erat hubungannya dengan kesuburan tanah. Tanah-tanah dengan kandungan bahan organik atau kadar liat tinggi mempunyai KTK lebih tinggi daripada tanah-tanah dengan kandungan bahan organik rendah atau tanah-tanah berpasir (Hardjowogeno 2003). Nilai KTK tanah sangat beragam dan tergantung pada sifat dan ciri tanah itu sendiri. Besar kecilnya KTK tanah dipengaruhi oleh :
Ø  Reaksi tanah
Ø  Tekstur atau jumlah liat
Ø  .Jenis mineral liat
Ø  Bahan organik dan,
Ø  Pengapuran serta pemupukan.
Soepardi (1983) mengemukakan kapasitas tukar kation tanah sangat beragam, karena jumlah humus dan liat serta macam liat yang dijumpai dalam tanah berbeda-beda pula.
BAB III
PEMBAHASAN
2.      1 Sifat Kimia Tanah
Tekstur tanah tersusun dari tiga komponen, yaitu: pasir, debu dan liat. Ketiga komponen tersebut dibedakan berdasarkan ukurannya yang berbeda. Partikel pasir berukuran antara 200 mikrometer sampai dengan 2000 mikrometer. Partikel debu berukuran antara 2 mikrometer sampai dengan kurang dari 200 mikrometer. Partikel liat berukuran kurang dari 2 mikrometer. Makin halus ukuran partikel penyusun tanah tersebut akan memiliki luas permukaan partikel per satuan bobot makin luas. Partikel tanah yang memiliki permukaan yang lebih luas memberi kesempatan yang lebih banyak terhadap terjadinya reaksi kimia. Partikel liat persatuan bobot memiliki luas permukaan yang lebih luas dibandingkan dengan kedua partikel penyusun tekstur tanah lain (seperti: debu dan pasir). Reaksi-reaksi kimia yang terjadi pada permukaan patikel liat lebih banyak daripada yang terjadi pada permukaan partikel debu dan pasir persatuan bobot yang sama. Dengan demikian, partikel liat adalah komponen tanah yang paling aktif terhadap reaksi kimia, sehingga sangat menentukan sifat kimia tanah dan mempengaruhi kesuburan tanah.
Beberapa sifat kimia tanah yang penting untuk diketahui dan dipahami, meliputi: 
(1)    pH Tanah, 
pH adalah tingkat keasaman atau kebasa-an suatu benda yang diukur dengan menggunakan skala pH antara 0 hingga 14. Sifat asam mempunyai pH antara 0 hingga 7 dan sifat basa mempunyai nilai pH 7 hingga 14.
 pH tanah atau tepatnya pH larutan tanah sangat penting karena larutan tanah mengandung unsur hara seperti Nitrogen (N), Potassium/kalium (K), dan Pospor (P) dimana tanaman membutuhkan dalam jumlah tertentu untuk tumbuh, berkembang, dan bertahan terhadap penyakit. Jika pH larutan tanah meningkat hingga di atas 5,5. Nitrogen (dalam bentuk nitrat) menjadi tersedia bagi tanaman. Di sisi lain Pospor akan tersedia bagi tanaman pada pH antara 6,0 hingga 7,0.
Jika larutan tanah terlalu masam, tanaman tidak dapat memanfaatkan N, P, K dan zat hara lain yang mereka butuhkan. Pada tanah masam, tanaman mempunyai kemungkinan yang besar untuk teracuni logam berat yang pada akhirnya dapat mati karena keracunan tersebut. Jika tanah terlalu masam oleh karena penggunaan pestisida, herbbisida, dan fungisida tidak akan terabsorbsi dan justru akan meracuni air tanah serta air-air pada aliran permukaan.
Faktor yang mempengaruhi pH tanah adalah tipe vegetasi, drainase tanah internal, dan aktivitas manusia. Nilai pH suatu tanah juga dipengaruhi oleh jenis bahan induk tanah yang dibentuk. Tanah berkembang dari batuan dasar umumnya memiliki nilai pH lebih tinggi daripada yang terbentuk dari batuan asam. Curah hujan juga mempengaruhi pH tanah. Air melewati tanah dasar mencuci kalsium dan magnesium dari tanah dan digantikan oleh unsur-unsur asam seperti aluminium dan besi. Tanah yang terbentuk di bawah kondisi curah hujan tinggi lebih asam daripada yang dibentuk di bawah gersang (kering) kondisi.
Proses yang menghasilkan keasaman tanah
a.       karbon dioksida hasil dari dekomposisi seresah akan terlarut dalam air akan bereaksi dengan molekul air menghasilkan asam karbonat
 CO2 (aq) K1 = 10-1,41
«CO2(gas)
 H2CO3 K2 = 10-2,62
«CO2 (aq) + H2O
b.      asam-asam organik hasil dekomposisi
c. H+ yang dilepas oleh akar tanaman dan organisme yang lain pada waktu pengambilan hara. Prinsip elektroneutrality adalah pengambilan kation oleh akar harus diimbangi dengan pengambilan anion atau dengan pelepasan ion hidrogen atau kation lain
c.       Oksidasi dari substansi tereduksi sepeti mineral sulfida, bahan organik, fertilizer yang mengandung ammoniu
Proses yang menghasilkan kebasaan tanah
1.      Reduksi dari Ferri, mangan, dan oxidized substances membutuhkan H+ atau melepas OH- dan meningkatkan pH (terjadi pada tanah yang aerasinya jelek)
Fe(OH)2 (amorf) + OH-«Misal : Fe(OH)3 (amorf) + e-
2.      Pengambilan kation oleh akar tanaman, kemudian setelah tanaman mati maka akan terdeposisi di permukaan tanah
PH tanah dikontrol oleh berbagai mekanisme. Sebagian mekanisme adalah sumber langsung H+ dan atau OH- dan sebagian bekerja dengan bereaksi dengan H+ dan atau OH- untuk buffer pada larutan tanah. Mekanisme tersebut adalah : (1) oksidasi dan reduksi besi, mangan dan senyawa sulfur (2) dissolution dan presipitasi mineral tanah (3) Reaksi gas misal CO2 dengan larutan tanah (4) dissosiasi grup asam lemah pada tepi lempung silikat, hidrous oksida, atau substansi humus (5) reaksi ion-exchange. Pengelompokan kemasaman tanah adalah sebagai berikut:
v  Sangat masam untuk pH tanah < 4,5
v  Masam untuk pH tanah berkisar antara 4,5 s/d 5,5
v  Agak masam untuk pH tanah berkisar antara 5,6 s/d 6,5
v  Netral untuk pH tanah berkisar antara 6,6 s/d 7,5
v  Agak alkalis untuk pH tanah berkisar antara 7,6 s/d 8,5
v  Alkalis untuk pH tanah > 8,5.
(2)  Kapasitas Tukar Kation (KTK)
Salah satu sifat kimia tanah yang terkait erat dengan ketersediaan hara bagi tanaman dan menjadi indikator kesuburan tanah adalah Kapasitas Tukar Kation (KTK) atau Cation Exchangable Cappacity (CEC). KTK merupakan jumlah total kation yang dapat dipertukarkan (cation exchangable) pada permukaan koloid yang bermuatan negatif. Satuan hasil pengukuran KTK adalah milliequivalen kation dalam 100 gram tanah atau me kation per 100 g tanah.
Kapasitas tukar kation (KTK) menunjukkan ukuran kemampuan tanah dalam menjerap dan dan mempertukarkan sejumlah kation. Makin tinggi KTK, makin banyak kation yang dapat ditariknya. Tinggi rendahnya KTK tanah ditentukan oleh kandungan liat dan bahan organik dalam tanah itu. Tanah yang memiliki KTK yang tinggi akan menyebabkan lambatnya perubahan pH tanah. KTK tanah juga mempengaruhi kapan dan berapa banyak pupuk nitrogen dan kalium harus ditambahkan ke dalam tanah Pada KTK tanah yang rendah, misalnya kurang dari 5 cmol(+)/kg, pencucian beberapa kation dapat terjadi. Penambahan ammonium dan kalium pada tanah ini akan menyebabkan sebagian ammonium dan kalium itu mengalami pencucian di bawah zona akar, khususnya pada tanah pasiran dengan KTK tanah bawah (subsoil) yang rendah.
Pada KTK tanah yang lebih tinggi, misalnya lebih besar dari 10 cmol(+)/kg, hanya sedikit pencucian kation akan terjadi. Oleh karena itu, penambahan nitrogen dan kalium pada tanah ini memungkinkan untuk dilaksanakan. Menurut Mengel (1993) kation tanah yang paling umum adalah: kalsium (Ca++), magnesium (Mg++), kalium (K+), ammonium (NH4+), hydrogen (H+) dan sodium (Na+). Sedangkan anion tanah yang umum meliputi: khlorin (Cl-), nitrat (NO3-), sulfat (S04=) dan fosfat (PO43-).
Berdasarkan pada jenis permukaan koloid yang bermuatan negatif, KTK dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
1.      KTK Koloid Anorganik atau KTK Liat
KTK liat adalah jumlah kation yang dapat dipertukarkan pada permukaan koloid anorganik (koloid liat) yang bermuatan negatif.
Nilai KTK liat tergantung dari jenis liat, sebagai contoh:
·         Liat Kaolinit memiliki nilai KTK = 3 s/d 5 me/100 g.
·         Liat Illit dan Liat Klorit, memiliki nilai KTK = 10 s/d 40 me/100 g
·         Liat Montmorillonit, memiliki nilai KTK = 80 s/d 150 me/100 g.
·         Liat Vermikullit, memiliki nilai KTK = 100 s/d 150 me/100 g.

2.      KTK Koloid Organik
KTK koloid organik sering disebut juga KTK bahan organik tanah adalah jumlah kation yang dapat dipertukarkan pada permukaan koloid organik yang bermuatan negatif.
Nilai KTK koloid organik lebih tinggi dibandingkan dengan nilai KTK koloid anorganik. Nilai KTK koloid organik berkisar antara 200 me/100 g sampai dengan 300 me/100 g.
3.      KTK Total atau KTK Tanah
KTK total merupakan nilai KTK dari suatu tanah adalah jumlah total kation yang dapat dipertukarkan dari suatu tanah, baik kation-kation pada permukaan koloid organik (humus) maupun kation-kation pada permukaan koloid anorganik(liat).
Perbedaan KTK Tanah Berdasarkan Sumber Muatan Negatif
Berdasarkan sumber muatan negatif tanah, nilai KTK tanah dibedakan menjadi 2, yaitu:
a.       KTK Muatan Permanen
KTK muatan permanen adalah jumlah kation yang dapat dipertukarkan pada permukaan koloid liat dengan sumber muatan negatif berasal dari mekanisme substitusi isomorf. Substitusi isomorf adalah mekanisme pergantian posisi antar kation dengan ukuran atau diameter kation hampir sama tetapi muatan berbeda. Substitusi isomorf ini terjadi dari kation bervalensi tinggi dengan kation bervalensi rendah di dalam struktur lempeng liat, baik lempeng liat Si-tetrahedron maupun Al-oktahedron.
Contoh peristiwa terjadinya muatan negatif diatas adalah: (a). terjadi substitusi isomorf dari posisi Si dengan muatan 4+ pada struktur lempeng liat Si-tetrahedron oleh Al yang bermuatan 3+, sehingga terjadi kelebihan muatan negatif satu, (b). terjadinya substitusi isomorf dari posisi Al yang bermuatan 3+ pada struktur liat Al-oktahedron oleh Mg yang bermuatan 2+, juga terjadi muatan negatif satu, dan (c). terjadi substitusi isomorf dari posisi Al yang bermuatan 3+ dari hasil substitusi isomorf terdahulu pada lempeng liat Si-tetrahedron yang telah bermuatan neatif satu, digantikan oleh Mg yang bermuatan 2+, maka terjadi lagi penambahan muatan negatif satu, sehingga terbentuk muatan negatif dua pada lempeng liat Si-tetrahedron tersebut. Muatan negatif yang terbentuk ini tidak dipengaruhi oleh terjadinya perubahan pH tanah. KTK tanah yang terukur adalah KTK muatan permanen.
b.      KTK Muatan Tidak Permanen
KTK muatan tidak permanen atau KTK tergantung pH tanah adalah jumlah kation yang dapat dipertukarkan pada permukaan koloid liat dengan sumber muatan negatif liat bukan berasal dari mekanisme substitusi isomorf tetapi berasal dari mekanisme patahan atau sembulan di permukaan koloid liat, sehingga tergantung pada kadar H+ dan OH- dari larutan tanah.

Hasil Pengukuran KTK Tanah
Berdasarkan teknik pengukuran dan perhitungan KTK tanah di laboratorium, maka nilai KTK dikelompokkan menjadi 2, yaitu:
1. KTK Efektif, dan
2. KTK Total. 
Kapasitas tukar kation (KTK) merupakan sifat kimia yang sangat erat hubungannya dengan kesuburan tanah. Tanah-tanah dengan kandungan bahan organik atau kadar liat tinggi mempunyai KTK lebih tinggi daripada tanah-tanah dengan kandungan bahan organik rendah atau tanah-tanah berpasir (Hardjowogeno 2003). Nilai KTK tanah sangat beragam dan tergantung pada sifat dan ciri tanah itu sendiri. Besar kecilnya KTK tanah dipengaruhi oleh
ü  1.Reaksi tanah
ü  2.Tekstur atau jumlah liat
ü  3.Jenis mineral liat
ü  4.Bahan organik dan,
ü  5.Pengapuran serta pemupukan.
Sedangkan Menurut Hakim,et al. (1986) besar KTK tanah dipengaruhi oleh sifat dan ciri tanah yang antara lain: reaksi tanah atau pH; tekstur tanah atau jumlah liat; jenis mineral liat; bahan organik; pengapuran dan pemupukan. Pada pH tanah yang rendah, KTK tanah akan relatif rendah, karena misel liat dan bahan organik banyak menjerap ion-ion H+ atau Al3+. Kation-kation yang terjerap dalam tanah akan dapat dilepaskan dari tanah dan ditukar tempatnya oleh ion-ion H+ yang dilepaskan oleh akar tanaman. Kation-kation yang berupa unsur hara itu kemudian larut dalam air tanah dan diisap oleh tanaman.
Kandungan bahan organik dalam tanah merupakan salah satu faktor yang berperan dalam menentukan keberhasilan suatu budidaya pertanian. Hal ini dikarenakan bahan organik dapat meningkatkan kesuburan kimia, fisika maupun biologi tanah. Penetapan kandungan bahan organik dilakukan berdasarkan jumlah C-Organik.
Bahan organik tanah sangat menentukan interaksi antara komponen abiotik dan biotik dalam ekosistem tanah. Musthofa (2007) dalam penelitiannya menyatakan bahwa kandungan bahan organik dalam bentuk C-organik di tanah harus dipertahankan tidak kurang dari 2 persen, Agar kandungan bahan organik dalam tanah tidak menurun dengan waktu akibat proses dekomposisi mineralisasi maka sewaktu pengolahan tanah penambahan bahan organik mutlak harus diberikan setiap tahun. Kandungan bahan organik antara lain sangat erat berkaitan dengan KTK (Kapasitas Tukar Kation) dan dapat meningkatkan KTK tanah. Tanpa pemberian bahan organik dapat mengakibatkan degradasi kimia, fisik, dan biologi tanah yang dapat merusak agregat tanah dan menyebabkan terjadinya pemadatan tanah.
Kandungan C-organik pada setiap tanah bervariasi, mulai dari kurang dari 1% pada tanah berpasir sampai lebih dari 20 % pada tanah berlumpur. Warna tanah menunjukkan kandungan C-organik tanah tersebut. Tanah yang berwarna hitam kelam mengandung C-organik yang tinggi. Makin cerah warna tanah kandungan C-organiknya makin rendah. Contohnya tanah yang berwarna merah mengandung kadar besi yang tinggi, tetapi rendah kandungan C-organiknya. (McVay & Rice, 2002).
Nitrogen merupakan unsur hara makro esensial, menyusun sekitar 1,5 % bobot tanaman dan berfungsi terutama dalam pembentukan protein (Hanafiah 2005).
3.      2 Komponen Bahan Organik Tanah

Istilah
Pengertian
Sisa organik

Biomassa tanah

Humus

Bahan organic tanah
Senyawa humat





Senyawa nonhumat


Humin

Asam Humat


Asam Hematomelanik
Sisa jaringan binatang dan tanaman yg tidak terlapuk dan sebagian hasil dekomposisi
Bahan organik yang ada sebagai jaringan mikrobia hidup
Keseluruhan senyawa organic dalam tanah kecuali jaringan hewan dan tanaman yg tidak terlapuk
Sama dengan humus
Suatu seri senyawa organic berberat molekul tinggi yang berwarna coklat sampai hitam dan terbentuk dari reaksi sinteesis sekunder. Istilah ini digunakan untuk mendeskripsikan bahan berwarna atau fraksi yang diperoleh atas dasar karakteristik kelarutannya.
Senyawa yang dikenal dalam biokimia sebagai asam amino, karbohidrat, lemak, lilin, resin, asam-asam organic.
Fraksi bahan organic tanah atau humus yang tidak larut dalam suasana alkalis.
Bahan organic berwarna gelap yang dieksrak dari tanah dengan berbagai reagen dan tidak larut dalam asam encer.
Bagian dari asam humat yang larut alkohol
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kandungan bahan organic tanah dapat dirumuskan dengan teori pembentukan tanah oleh Jenny yaitu:
S = f (Cl, P, R, O, t)
Cl = Climate (iklim)
P = Parent material (bahan asal dari bahan organic)
R = Relief (Letak bahan organic pada suatu topografi tanah)
O = Organism (vegetasi, binatang dan mikroorganisme)
T = Time (waktu atau lamanya proses dekomposisi dalam tanah)
                        Sifat Bahan organic dan pengaruhnya terhadap tanah
Sifat
Keterangan
Pengaruhnya pada Tanah
Warna

Retensi Air




Membentuk kompleks dg mineral lempung
Kelasi


Kelarutan dalam air






Daya sangga



Menukar kation


Mineralisasi


Bereaksi dengan bahan-bahan kimia organik
Menyebabkan warna gelap pada beberapa tanah
BO dapat memegang air 20 kali dari beratnya



Menyemen partikel tanah untuk membentuk agregat


Membentuk kompleks stabil dengan Cu2+, Mn2+, Zn2+ dan kation polivalen lainnya.
Bahan organic (BO) tidak larut akibat berasosiasi dengan lempung. Garam-garam dari kation di- dan trivalent dengan bahan organic tidak larut,. BO yang diisolasi mungkin sebagian larut dalam air.
BO menunjukkan kemampuan penyanggaan pada kisaran agak masam, netral dan alkali.
Total kemasaman dari fraksi humus berkisar 300 – 1400 cmol/kg
Dekomposisi BO menghasilkan CO2, NH4+, NO3-, PO43- dan SO42-.
Mempengaruhi bioaktivitas, keberadaan dan kemampuan biodegradasi dari pestisidan senyawa kimia organic lainnya.
Dapat mempengaruhi kehangatan tanah
Membantu mencegah kekeringan atau keretakan. Dapat untuk memeperbaiki sifat retensi air pada tanah pasiran
Mendukung pertukaran gas, menstabilkan sruktur, meningkatkan permeabilitas

Mungkin meningkatkan ketersediaan unsure mikro bagi tanaman
Hanya sedikit BO yang hilang oleh pelindian.






Membantu mempertahankan reaksi yang seragam dalam tanah

Meningkatkan KPK tanah.  20- 70 % KPK tanah disumbang oleh BO.
Sumber unsur hara bagi tanaman

Mempengaruhi takaran pestisida untuk mendapatkan pengendalian efektif

Komponen utama BO tanah: C (52-58%), O (34-39 %), H (3,3 – 4,8 %) dan N (3,7-4,1 %).
BO tanah: bahan nonhumat dan humat.
Bahan non humat: (KH, protein, lemak, asam amino, peptida, lilin, dan asam-asam organik ber BM rendah). Bahan ini sangat mudah didekomposisi oleh MO.
Senyawa Humat (SH): suatu kategori umum dari senyawa organik  yang dicirikan oleh warna kuning sampai kehitaman, berberat molekul tinggi dan menunjukkan sifat refraktori. Senyawa humat terdiri atas: Asam humat (AH), asam fulvat (AF) dan humin.
Beberapa gugus fungsional dari bahan organik
Gugus fungsional
Struktur
Gugus Asam
Karboksil
Enol
Fenolik OH
Quinon
Gugus Netral
Alkohol OH
Eter
Keton
Aldehid
Ester
Gugus Basa
Amin
Amida

R-C=O(-OH)
R-CH=CH-OH
Ar-OH
Ar=O

R-CH2-OH
R-CH2-O- CH2-R
R-C=O(-R)
R-C=O(-H)
R-C=O(-OR)

R- CH2- NH2
R- C=O(-NH2-R)
Keterangan:     R = Alifatik
                                    Ar= Cincin aromatic
3        3 Komponen Inorganik (Mineral Tanah)
Tanah merupakan suatu kompleks yang terdiri atas komponen padat, cair dan gas. Sebagai contoh, tanah geluh pasir (silt loam) yang memiliki tekstur ideal bagi pertumbuhan tanaman, porsi komponen padatnya pada horison permukaan menempati volume sekitar 50 % (45 % mineral dan 5 % bahan organik), komponen gasnya (udara) sekitar 20-30 % dan sisanya komponen air juga menempati sekitar 20-30 %. Tentu saja agihan (distribution) gas dan air dalam ruang pori tanah dapat berubah dengan cepat tergantung pada faktor cuaca dan sejumlah faktor lainnya.
Unsur-unsur yang biasanya ditemukan dalam jumlah paling banyak adalah: O, Si, Al, Fe, C, Ca, K, Na dan Mg. Ini merupakan unsur-unsur utama yang banyak ditemukan dalam kerak bumi atau bahan endapan (sediments). Oksigen merupakan unsur yang paling umum dijumpai dalam kerak bumi dan tanah. Unsur ini menyusun sekitar 47 % berat kerak bumi dan lebih dari 90 % volume kerak bumi (Berry dan Mason, 1959).
Komponen inorganik menempati lebih dari 90 % komponen padat dalam tanah. Komponen inorganik ini memiliki sifat-sifat seperti ukuran, luas permukaan, dan karakter muatan yang sangat mempengaruhi reaksi-reaksi kinetik dan keseimbangan serta proses-proses yang terjadi dalam tanah.
Komponen inorganik dalam tanah meliputi mineral primer dan sekunder (dijelaskan di bawah) yang memiliki ukuran (diameter partikel) berkisar dari lempung (< 0,002 mm atau < 2 mm) sampai pasir kasar (> 2mm) dan batuan. Table 2.2 menyajikan daftar mineral primer dan sekunder yang banyak ditemui dalam tanah. Mineral didefinisikan sebagai senyawa inorganik alam yang memiliki sifat fisik, kimia dan kristalin tertentu. Mineral primer tidak mengalami perubahan sifat kimia selama proses pengendapan dan kristalisasi dari lava yang meleleh. Mineral primer yang umum dijumpai dalam tanah yaitu kuarsa dan feldspar. Sedang yang lainnya yang jumlahnya relatif lebih sedikit yaitu piroksin, mika, amfibol dan olivin. Mineral primer berada dalam fraksi pasir (partikel ukuran 2- 0,05 mm), dan debu (partikel ukuran 0,05 – 0,002 mm), dan mungkin juga fraksi lempung yang sedikit telah mengalami pelapukan.
Mineral sekunder merupakan hasil pelapukan mineral primer yang telah mengalami perubahan struktur atau pengendapan kembali hasil pelapukan (dissolusi) dari mineral primer tersebut. Mineral sekunder yang biasa terdapat dalam tanah yaitu mineral aluminosilikat (seperti kaolinit dan motmorilonit), senyawa oksida-oksida (contoh; gibsit, goetit, dan birnesit),  bahan-bahan amorf (seperti imogolit dan allofan), mineral sulfur dan mineral karbonat. Mineral sekunder biasanya terdapat dalam fraksi lempung, tetapi fraksi debu kadang-kadang juga mengandung mineral ini.
Fraksi atau komponen inorganik/anorganik biasanya berupa silikat dan oksida. Biasanya dikenal 6 tipe silikat tanah berdasarkan susunan tetrahedra SiO4 dalam strukturnya:
1.     Siklosilikat: Lingkar tertutup atau lingkar ganda dari tetrahedra (SiO3,Si2O5). Contoh: Turmalin
2.     Inosilikat: Rantai tunggal atau ganda dari tetrahedra (SiO3, Si4O11). Contoh: Ampibol, piroksen, horenblende.
3.     Nesosilikat: Tetrahedra SiO4 terpisah. Contoh:  Contoh: Yakut, olivin, zirkon, topas.
4.     Filosilikat: Lembar tetrahedra (Si2O5). Contoh: Klorit, illit, kaolinit, montmorillonit, vermikulit.
5.     Sorosilikat: Dua atau lebih tetrahedra berangkai (Si2O7, Si5O16). Contoh: Epidot.
6.    Tektosilikat: Jaringan tetrahedra (SiO2). Contoh: Feldspar, zeolit
            Kesetimbangan Kimia dalam tanah
ü  Laju Reaksi
1)        A2  +  B2                2AB

Laju reaksi tergantung laju tumbukan antara molekul A2  dan  B2 , laju ini tergantung atas jumlah atau konsentrasi molekul A2  dan  B2.
S1 = K1 (A2 )  (B2)
S1 = Kecepatan reaksi
K1= Konstante laju reaksi
Karena laju reaksi proporsional dg kadar A2 dan  B2, maka ini juga proporsional dengan produk reaksi yang dihasilkan. Pada saat yg sama AB juga cenderung untuk berubah menjadi A2  dan  B2.
2)        2AB                 A2  +  B2
            S2 = K2 (AB)  (AB) = K2 (AB)2
AB yg terjadi 2 kali, jadi AB harus bertubrukan untuk menghasilkan A2 dan  B2.
3)        Ini berarti reaksinya secara keseluruhan eaksinya dapat ditulis:
A2  +  B2                    2AB
Bila kecepatan reaksi S1 dan S2 sama, maka reaksi ini dikatakan dalam keseimbangan kimia.
S1 = K1 (A2 )  (B2) = S2 = K2 (AB)2
K1 (A2 )  (B2) = K2 (AB)2
K1/K2 = K = (AB)2/(A2 )  (B2)
a)        Rasio konstante laju eaksi, K = konstante keseimbangan untuk reaksi :
4)        A2  +  B2                2AB
2AB                 A2  +  B2, konstante keseimbangannya 1/K
Makna K, bila K > 1, berarti reaksi melaju cepat dari kiri ke kanan, lemah dari kanan ke kiri; Bila K = 1, berarti konsentrasi A, B dan AB sama; Bila K< 1, berarti reaksi cenderung lebih banyak bergeser dari kanan ke kiri.
Dalam prakteknya nilai K sering dinyatakan dengan pK = - log K
Contoh: K = 10-5,6                                       pK = 5,6
            Normalitas
Normalitas didefinisikan sebagai jumlah gram berat equivalen dari bahan terlarut dalam 1 liter larutan. Contoh:
1). 1 mol HCl direaksikan dg 1 mol NaOH, karena keduanya mengandung jumlah molekul yang sama maka 1 mol menunjukkan berat 1 equivalen.
1 mol HCl = 35,5 + 1 = 36,5 gr
1 mol NaOH = 23 + 16 + 1 = 40 gr
Reaksi antara asam dan basa ini akan menghasilkan reaksi netralisasi yang komplet. Karena keduanya senyawa monovalen, maka 1 N =
2). 2NaOH + H2SO4               Na2SO4  +  2H2O
     Jadi 2 mol NaOH bereaksi dengan 1 mol H2SO4
     Berat ekuivalen dari H2SO4 yang bereaksi dengan 1 mol NaOH adalah 
     2 + 32 + (4 x 16) = 98/2 = 49 gr. Jadi normalitas H2SO4 dalam reaksi
     itu 49gr/liter.
ü  Sifat Penyangga Tanah
Reaksi tanah (pH) tidak mudah diturunkan ataupun dinaikkan secara mendadak, karena di dalam tanah ada sifat penyangga pH. Komponen tanah yang mempunyai sifat menyangga ini adaIah gugus asam Iemah seperti karbonat serta komplek koloidai tanah yakni koloid Iiat dan koloid humus. Koloid tanah dikelilingi oleh ion-ion H yang terjerap pada permukaannya dan di pihak lain ada ion-ion H yang tidak dipengaruhi oleh komplek jerapan tanah , yakni ion H yang herada pada larutan tanah. Ion H yang terjerap dan yang berada di dalam larutan tanah berada dalam keseimbangan.
Mekanisme sanggaan dapat dijelaskan berdasarkan sifat dissosiasi ion H dari asam koloidal lemah. Reaksinya sebagai berikut dan Gambar 5.1.
Ion H yang terjerap <==========> Ion H dalam larutan tanah
(Kemasaman cadangan) ( Kemasaman aktif)
Asam Iemah ini mempunyai tingkat disosiasi yang Iemah dan sebagian besar dari ion H masih tetap terjerap pada permukaan koloid. Bila suatu tanah masam ingin dinaikkan pH nya, maka dilakukan pengapuran, dan akibatnya reaksi akan beralih ke kanan dimana ion-ion Ca dari kapur lebih banyak terjerap, tapi ternyata pH tidak banyak berubah. Hal ini terjadi karena ion-ion H masih banyak terjerap pada koloid tanah. Dengan penambahan kapur yang Iebih banyak lagi hingga cukup untuk mebebaskan semua ion H dari kompIek jerapan tanah dan digantikan oleh ion Ca, maka akan terjadilah peningkatan pH tanah yang lebih nyata. Ini berarti kemasaman cadangan telah dinetralkan.
Dengan adanya sifat penyangga di dalam tanah, hai ini dapat menjaga penurunan pH yang drastis akibat bertambahnya ion H oleh suatu poroses biologis ataupun perlakuan pemupukan. Adanya aktifitas jasad jasad hidup di dalam tanah atau perlakuan pemupukan yang bersifat asam akan menyumbangkan banyak ion H, sehingga reaksi beralih ke kiri, namun demikian penurunan pH juga tidak nyata. HaI ini juga disebabkan oleh adanya sifat sanggaan tanah tadi. Dari uraian diatas jelaslah bahwa sifat sanggahan tanah sangat penting artinya dalam menjaga kestabilan reaksi tanah, sehingga gejolak pH yang hebat tidak terjadi yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman.













BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
·         Reaksi tanah menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah yang dinyatakan dengan nilai pH. Nilai pH menunjukkan banyaknya konsentrasi ion hidrogen (H+) di dalam tanah. Makin tinggi kadar ion H+ didalam tanah, semakin masam tanah tersebut.
·         Pada tanah-tanah masam jumlah ion H+ lebih tinggi daripada OH-, sedang pada tanah alkalis kandungan OH- lebih banyak daripada H+. Bila kandungan H+ sama dengan OH- , maka tanah bereaksi netral yaitu mempunyai pH = 7 (Anonim 1991).
·         Tekstur tanah tersusun dari tiga komponen, yaitu: pasir, debu dan liat. Ketiga komponen tersebut dibedakan berdasarkan ukurannya yang berbeda. Partikel pasir berukuran antara 200 mikrometer sampai dengan 2000 mikrometer. Partikel debu berukuran antara 2 mikrometer sampai dengan kurang dari 200 mikrometer. Partikel liat berukuran kurang dari 2 mikrometer.
·         Kandungan bahan organik dalam tanah merupakan salah satu faktor yang berperan dalam menentukan keberhasilan suatu budidaya pertanian. Hal ini dikarenakan bahan organik dapat meningkatkan kesuburan kimia, fisika maupun biologi tanah. Penetapan kandungan bahan organik dilakukan berdasarkan jumlah C-Organik (Anonim 1991).
Daftar Pustaka





 
BAB I
PENDAHULUAN
1.1       Latar Belakang
Pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh sifat-sifat kesuburan tanahnya yakni kesuburan fisik, kesuburan kimia dan kesuburan biologis. Kalau kesuburan fisik lebih mengutamakan tentang keadaan fisik tanah yang banyak kaitannya drengan penyediaan air dan udara tanah, maka kesuburan kimia berperan dalam menentukan dan menjelaskan reaksi-reaksi kimia yang menyangkut dalam masalah-­masalah ketersediaan unsur hara bagi pertumbuhan tanaman. Untuk mencapai rnaksud tersebut, maka pembahasan mengenai sifat kimia tanah ini kita batasi pada. hal-hal yang berkaitan erat dengan masalah-masalah antara lain : Reaksi tanah (pH), koloid tanah, pertukaran kation, dan kejenuhan basa.

1.2       Rumusan Masalah
·         Bagaimana sifat kimia tanah ?
1.3       Tujuan
·         Untuk mengetahui sifat kimia tanah.
·         Untuk memenuhi tugas mata kuliah Geografi Tanah dan Lingkungan.


BAB II
DASAR TEORI
1.      1 Sifat Kimia Tanah
1.      1. 1 Derajat Kemasaman Tanah
 Reaksi tanah menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah yang dinyatakan dengan nilai pH. Nilai pH menunjukkan banyaknya konsentrasi ion hidrogen (H+) di dalam tanah. Makin tinggi kadar ion H+ didalam tanah, semakin masam tanah tersebut. Di dalam tanah selain H+ dan ion-ion lain ditemukan pula ion OH-, yang jumlahnya berbanding terbalik dengan banyaknya H+.
 Pada tanah-tanah masam jumlah ion H+ lebih tinggi daripada OH-, sedang pada tanah alkalis kandungan OH- lebih banyak daripada H+. Bila kandungan H+ sama dengan OH- , maka tanah bereaksi netral yaitu mempunyai pH = 7 (Anonim 1991).

             Nilai pH berkisar dari 0-14 dengan pH 7 disebut netral sedangkan pH kurang dari 7 disebut masam dan pH lebih dari 7 disebut alkalis. Walaupun dcmikian pH tanah umumnya berkisar dari 3,0-9,0. Di Indonesia unumnya tanahnya bereaksi masam dengan 4,0 – 5,5 sehingga tanah dengan pH 6,0 – 6,5 sering telah dikatakan cukup netral meskipun sebenarnya masih agak masam. Di daerah rawa-rawa sering ditemukan tanah-tanah sangat masam dengan pH kurang dari 3,0 yang disebut tanah sangat masam karena banyak mengandung asam sulfat. Di daerah yang sangat kering kadang-kadang pH tanah sangat tinggi (pH lebih dari 9,0) karena banyak mengandung garam Na (Anonim 1991)
2        1. 2 C-Organik
  Kandungan bahan organik dalam tanah merupakan salah satu faktor yang berperan dalam menentukan keberhasilan suatu budidaya pertanian. Hal ini dikarenakan bahan organik dapat meningkatkan kesuburan kimia, fisika maupun biologi tanah. Penetapan kandungan bahan organik dilakukan berdasarkan jumlah C-Organik (Anonim 1991).




Bahan organik tanah sangat menentukan interaksi antara komponen abiotik dan biotik dalam ekosistem tanah. Musthofa (2007) dalam penelitiannya menyatakan bahwa kandungan bahan organik dalam bentuk C-organik di tanah harus dipertahankan tidak kurang dari 2 persen, Agar kandungan bahan organik dalam tanah tidak menurun dengan waktu akibat proses dekomposisi mineralisasi maka sewaktu pengolahan tanah penambahan bahan organik mutlak harus diberikan setiap tahun. Kandungan bahan organik antara lain sangat erat berkaitan dengan KTK (Kapasitas Tukar Kation) dan dapat meningkatkan KTK tanah. Tanpa pemberian bahan organik dapat mengakibatkan degradasi kimia, fisik, dan biologi tanah yang dapat merusak agregat tanah dan menyebabkan terjadinya pemadatan tanah (Anonim 1991).
2        1. 3 N-Total
Nitrogen merupakan unsur hara makro esensial, menyusun sekitar 1,5 % bobot tanaman dan berfungsi terutama dalam pembentukan protein (Hanafiah 2005).
Menurut Hardjowigeno (2003) Nitrogen dalam tanah berasal dari :
a.       Pupuk
b.      Air Hujan
c.       Bahan Organik Tanah : Bahan organik halus dan bahan organik kasar
d.      Pengikatan oleh mikroorganisme dari N udara
Sumber N berasal dari atmosfer sebagai sumber primer, dan lainnya berasal dari aktifitas didalam tanah sebagai sumber sekunder. Fiksasi N secara simbiotik khususnya terdapat pada tanaman jenis leguminoseae sebagai bakteri tertentu. Bahan organik juga membebaskan N dan senyawa lainnya setelah mengalami proses dekomposisi oleh aktifitas jasad renik tanah.
Hilangnya N dari tanah disebabkan karena digunakan oleh tanaman atau mikroorganisme. Kandungan N total umumnya berkisar antara 2000 – 4000 kg/ha pada lapisan 0 – 20 cm tetapi tersedia bagi tanaman hanya kurang 3 % dari jumlah tersebut (Hardjowigeno 2003). Manfaat dari Nitrogen adalah untuk memacu pertumbuhan tanaman pada fase vegetatif, serta berperan dalam pembentukan klorofil, asam amino, lemak, enzim, dan persenyawaan lain (RAM 2007). Nitrogen terdapat di dalam tanah dalam bentuk organik dan anorganik. Bentuk-bentuk organik meliputi NH4, NO3, NO2, N2O dan unsur N. Tanaman menyerap unsur ini terutama dalam bentuk NO3, namun bentuk lain yang juga dapat menyerap adalah NH4, dan urea (CO(N2))2 dalam bentuk NO3. Selanjutnya, dalam siklusnya, nitrogen organik di dalam tanah mengalami mineralisasi sedangkan bahan mineral mengalami imobilisasi. Sebagian N terangkut, sebagian kembali scbagai residu tanaman, hilang ke atmosfer dan kembali lagi, hilang melalui pencucian dan bertambah lagi melalui pemupukan. Ada yang hilang atau bertambah karena pengendapan.
2        1. 4 Kalium (K)
Kalium merupakan unsur hara ketiga setelah Nitrogen dan Fosfor yang diserap oleh tanaman dalam bentuk ion K+. Muatan positif dari Kalium akan membantu menetralisir muatan listrik yang disebabkan oleh muatan negatif Nitrat, Fosfat, atau unsur lainnya. Hakim et al. (1986), menyatakan bahwa ketersediaan Kalium merupakan Kalium yang dapat dipertukarkan dan dapat diserap tanaman yang tergantung penambahan dari luar, fiksasi oleh tanahnya sendiri dan adanya penambahan dari kaliumnya sendiri.
Kalium tanah terbentuk dari pelapukan batuan dan mineral-mineral yang mengandung kalium. Melalui proses dekomposisi bahan tanaman dan jasad renik maka kalium akan larut dan kembali ke tanah. Selanjutnya sebagian besar kalium tanah yang larut akan tercuci atau tererosi dan proses kehilangan ini akan dipercepat lagi oleh serapan tanaman dan jasad renik. Beberapa tipe tanah mempunyai kandungan kalium yang melimpah. Kalium dalam tanah ditemukan dalam mineral-mineral yang terlapuk dan melepaskan ion-ion kalium. Ion-ion adsorpsi pada kation tertukar dan cepat tersedia untuk diserap tanaman. Tanah-tanah organik mengandung sedikit Kalium.
Natrium (Na)

            Natrium merupakan unsur penyusun lithosfer keenam setelah Ca yaitu 2,75% yang berperan penting dalam menentukan karakteristik tanah dan pertumbuhan tanaman terutama di daerah kering dan agak kering yang berdekatan dengan pantai, karena tingginya kadar Na di laut, suatu tanah disebut tanah alkali jika KTK atau muatan negatif koloid-koloidnya dijenuhi oleh ≥ 15% Na, yang mencerminkan unsur ini merupakan komponen dominan dari garam-garam larut yang ada. Pada tanah-tanah ini, mineral sumber utamanya adalah halit (NaCl). Kelompok tanah alkalin ini disebut tanah halomorfik, yang umumnya terbentuk di daerah pesisir pantai iklim kering dan berdrainase buruk. Sebagaimana unsur mikro, Na juga bersifat toksik bagi tanaman jika terdapat dalam tanah dalam jumlah yang sedikit berlebihan (Hanafiah, 2005).
Kalsium (Ca)
  Kalsium tergolong dalam unsur-unsur mineral essensial sekunder seperti Magnesium dan Belerang. Ca2+ dalam larutan dapat habis karena diserap tanaman, diambil jasad renik, terikat oleh kompleks adsorpsi tanah, mengendap kembali sebagai endapan-endapan sekunder dan tercuci (Leiwakabessy 1988). Adapun manfaat dari kalsium adalah mengaktifkan pembentukan bulu-bulu akar dan biji serta menguatkan batang dan membantu keberhasilan penyerbukan, membantu pemecahan sel, membantu aktivitas beberapa enzim (RAM 2007).

Article I.                2 Kapasitas Tukar Kation (KTK)

 Kapasitas tukar kation (KTK) merupakan sifat kimia yang sangat erat hubungannya dengan kesuburan tanah. Tanah-tanah dengan kandungan bahan organik atau kadar liat tinggi mempunyai KTK lebih tinggi daripada tanah-tanah dengan kandungan bahan organik rendah atau tanah-tanah berpasir (Hardjowogeno 2003). Nilai KTK tanah sangat beragam dan tergantung pada sifat dan ciri tanah itu sendiri. Besar kecilnya KTK tanah dipengaruhi oleh :
Ø  Reaksi tanah
Ø  Tekstur atau jumlah liat
Ø  .Jenis mineral liat
Ø  Bahan organik dan,
Ø  Pengapuran serta pemupukan.
Soepardi (1983) mengemukakan kapasitas tukar kation tanah sangat beragam, karena jumlah humus dan liat serta macam liat yang dijumpai dalam tanah berbeda-beda pula.
BAB III
PEMBAHASAN
2.      1 Sifat Kimia Tanah
Tekstur tanah tersusun dari tiga komponen, yaitu: pasir, debu dan liat. Ketiga komponen tersebut dibedakan berdasarkan ukurannya yang berbeda. Partikel pasir berukuran antara 200 mikrometer sampai dengan 2000 mikrometer. Partikel debu berukuran antara 2 mikrometer sampai dengan kurang dari 200 mikrometer. Partikel liat berukuran kurang dari 2 mikrometer. Makin halus ukuran partikel penyusun tanah tersebut akan memiliki luas permukaan partikel per satuan bobot makin luas. Partikel tanah yang memiliki permukaan yang lebih luas memberi kesempatan yang lebih banyak terhadap terjadinya reaksi kimia. Partikel liat persatuan bobot memiliki luas permukaan yang lebih luas dibandingkan dengan kedua partikel penyusun tekstur tanah lain (seperti: debu dan pasir). Reaksi-reaksi kimia yang terjadi pada permukaan patikel liat lebih banyak daripada yang terjadi pada permukaan partikel debu dan pasir persatuan bobot yang sama. Dengan demikian, partikel liat adalah komponen tanah yang paling aktif terhadap reaksi kimia, sehingga sangat menentukan sifat kimia tanah dan mempengaruhi kesuburan tanah.
Beberapa sifat kimia tanah yang penting untuk diketahui dan dipahami, meliputi: 
(1)    pH Tanah, 
pH adalah tingkat keasaman atau kebasa-an suatu benda yang diukur dengan menggunakan skala pH antara 0 hingga 14. Sifat asam mempunyai pH antara 0 hingga 7 dan sifat basa mempunyai nilai pH 7 hingga 14.
 pH tanah atau tepatnya pH larutan tanah sangat penting karena larutan tanah mengandung unsur hara seperti Nitrogen (N), Potassium/kalium (K), dan Pospor (P) dimana tanaman membutuhkan dalam jumlah tertentu untuk tumbuh, berkembang, dan bertahan terhadap penyakit. Jika pH larutan tanah meningkat hingga di atas 5,5. Nitrogen (dalam bentuk nitrat) menjadi tersedia bagi tanaman. Di sisi lain Pospor akan tersedia bagi tanaman pada pH antara 6,0 hingga 7,0.
Jika larutan tanah terlalu masam, tanaman tidak dapat memanfaatkan N, P, K dan zat hara lain yang mereka butuhkan. Pada tanah masam, tanaman mempunyai kemungkinan yang besar untuk teracuni logam berat yang pada akhirnya dapat mati karena keracunan tersebut. Jika tanah terlalu masam oleh karena penggunaan pestisida, herbbisida, dan fungisida tidak akan terabsorbsi dan justru akan meracuni air tanah serta air-air pada aliran permukaan.
Faktor yang mempengaruhi pH tanah adalah tipe vegetasi, drainase tanah internal, dan aktivitas manusia. Nilai pH suatu tanah juga dipengaruhi oleh jenis bahan induk tanah yang dibentuk. Tanah berkembang dari batuan dasar umumnya memiliki nilai pH lebih tinggi daripada yang terbentuk dari batuan asam. Curah hujan juga mempengaruhi pH tanah. Air melewati tanah dasar mencuci kalsium dan magnesium dari tanah dan digantikan oleh unsur-unsur asam seperti aluminium dan besi. Tanah yang terbentuk di bawah kondisi curah hujan tinggi lebih asam daripada yang dibentuk di bawah gersang (kering) kondisi.
Proses yang menghasilkan keasaman tanah
a.       karbon dioksida hasil dari dekomposisi seresah akan terlarut dalam air akan bereaksi dengan molekul air menghasilkan asam karbonat
 CO2 (aq) K1 = 10-1,41
«CO2(gas)
 H2CO3 K2 = 10-2,62
«CO2 (aq) + H2O
b.      asam-asam organik hasil dekomposisi
c. H+ yang dilepas oleh akar tanaman dan organisme yang lain pada waktu pengambilan hara. Prinsip elektroneutrality adalah pengambilan kation oleh akar harus diimbangi dengan pengambilan anion atau dengan pelepasan ion hidrogen atau kation lain
c.       Oksidasi dari substansi tereduksi sepeti mineral sulfida, bahan organik, fertilizer yang mengandung ammoniu
Proses yang menghasilkan kebasaan tanah
1.      Reduksi dari Ferri, mangan, dan oxidized substances membutuhkan H+ atau melepas OH- dan meningkatkan pH (terjadi pada tanah yang aerasinya jelek)
Fe(OH)2 (amorf) + OH-«Misal : Fe(OH)3 (amorf) + e-
2.      Pengambilan kation oleh akar tanaman, kemudian setelah tanaman mati maka akan terdeposisi di permukaan tanah
PH tanah dikontrol oleh berbagai mekanisme. Sebagian mekanisme adalah sumber langsung H+ dan atau OH- dan sebagian bekerja dengan bereaksi dengan H+ dan atau OH- untuk buffer pada larutan tanah. Mekanisme tersebut adalah : (1) oksidasi dan reduksi besi, mangan dan senyawa sulfur (2) dissolution dan presipitasi mineral tanah (3) Reaksi gas misal CO2 dengan larutan tanah (4) dissosiasi grup asam lemah pada tepi lempung silikat, hidrous oksida, atau substansi humus (5) reaksi ion-exchange. Pengelompokan kemasaman tanah adalah sebagai berikut:
v  Sangat masam untuk pH tanah < 4,5
v  Masam untuk pH tanah berkisar antara 4,5 s/d 5,5
v  Agak masam untuk pH tanah berkisar antara 5,6 s/d 6,5
v  Netral untuk pH tanah berkisar antara 6,6 s/d 7,5
v  Agak alkalis untuk pH tanah berkisar antara 7,6 s/d 8,5
v  Alkalis untuk pH tanah > 8,5.
(2)  Kapasitas Tukar Kation (KTK)
Salah satu sifat kimia tanah yang terkait erat dengan ketersediaan hara bagi tanaman dan menjadi indikator kesuburan tanah adalah Kapasitas Tukar Kation (KTK) atau Cation Exchangable Cappacity (CEC). KTK merupakan jumlah total kation yang dapat dipertukarkan (cation exchangable) pada permukaan koloid yang bermuatan negatif. Satuan hasil pengukuran KTK adalah milliequivalen kation dalam 100 gram tanah atau me kation per 100 g tanah.
Kapasitas tukar kation (KTK) menunjukkan ukuran kemampuan tanah dalam menjerap dan dan mempertukarkan sejumlah kation. Makin tinggi KTK, makin banyak kation yang dapat ditariknya. Tinggi rendahnya KTK tanah ditentukan oleh kandungan liat dan bahan organik dalam tanah itu. Tanah yang memiliki KTK yang tinggi akan menyebabkan lambatnya perubahan pH tanah. KTK tanah juga mempengaruhi kapan dan berapa banyak pupuk nitrogen dan kalium harus ditambahkan ke dalam tanah Pada KTK tanah yang rendah, misalnya kurang dari 5 cmol(+)/kg, pencucian beberapa kation dapat terjadi. Penambahan ammonium dan kalium pada tanah ini akan menyebabkan sebagian ammonium dan kalium itu mengalami pencucian di bawah zona akar, khususnya pada tanah pasiran dengan KTK tanah bawah (subsoil) yang rendah.
Pada KTK tanah yang lebih tinggi, misalnya lebih besar dari 10 cmol(+)/kg, hanya sedikit pencucian kation akan terjadi. Oleh karena itu, penambahan nitrogen dan kalium pada tanah ini memungkinkan untuk dilaksanakan. Menurut Mengel (1993) kation tanah yang paling umum adalah: kalsium (Ca++), magnesium (Mg++), kalium (K+), ammonium (NH4+), hydrogen (H+) dan sodium (Na+). Sedangkan anion tanah yang umum meliputi: khlorin (Cl-), nitrat (NO3-), sulfat (S04=) dan fosfat (PO43-).
Berdasarkan pada jenis permukaan koloid yang bermuatan negatif, KTK dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
1.      KTK Koloid Anorganik atau KTK Liat
KTK liat adalah jumlah kation yang dapat dipertukarkan pada permukaan koloid anorganik (koloid liat) yang bermuatan negatif.
Nilai KTK liat tergantung dari jenis liat, sebagai contoh:
·         Liat Kaolinit memiliki nilai KTK = 3 s/d 5 me/100 g.
·         Liat Illit dan Liat Klorit, memiliki nilai KTK = 10 s/d 40 me/100 g
·         Liat Montmorillonit, memiliki nilai KTK = 80 s/d 150 me/100 g.
·         Liat Vermikullit, memiliki nilai KTK = 100 s/d 150 me/100 g.

2.      KTK Koloid Organik
KTK koloid organik sering disebut juga KTK bahan organik tanah adalah jumlah kation yang dapat dipertukarkan pada permukaan koloid organik yang bermuatan negatif.
Nilai KTK koloid organik lebih tinggi dibandingkan dengan nilai KTK koloid anorganik. Nilai KTK koloid organik berkisar antara 200 me/100 g sampai dengan 300 me/100 g.
3.      KTK Total atau KTK Tanah
KTK total merupakan nilai KTK dari suatu tanah adalah jumlah total kation yang dapat dipertukarkan dari suatu tanah, baik kation-kation pada permukaan koloid organik (humus) maupun kation-kation pada permukaan koloid anorganik(liat).
Perbedaan KTK Tanah Berdasarkan Sumber Muatan Negatif
Berdasarkan sumber muatan negatif tanah, nilai KTK tanah dibedakan menjadi 2, yaitu:
a.       KTK Muatan Permanen
KTK muatan permanen adalah jumlah kation yang dapat dipertukarkan pada permukaan koloid liat dengan sumber muatan negatif berasal dari mekanisme substitusi isomorf. Substitusi isomorf adalah mekanisme pergantian posisi antar kation dengan ukuran atau diameter kation hampir sama tetapi muatan berbeda. Substitusi isomorf ini terjadi dari kation bervalensi tinggi dengan kation bervalensi rendah di dalam struktur lempeng liat, baik lempeng liat Si-tetrahedron maupun Al-oktahedron.
Contoh peristiwa terjadinya muatan negatif diatas adalah: (a). terjadi substitusi isomorf dari posisi Si dengan muatan 4+ pada struktur lempeng liat Si-tetrahedron oleh Al yang bermuatan 3+, sehingga terjadi kelebihan muatan negatif satu, (b). terjadinya substitusi isomorf dari posisi Al yang bermuatan 3+ pada struktur liat Al-oktahedron oleh Mg yang bermuatan 2+, juga terjadi muatan negatif satu, dan (c). terjadi substitusi isomorf dari posisi Al yang bermuatan 3+ dari hasil substitusi isomorf terdahulu pada lempeng liat Si-tetrahedron yang telah bermuatan neatif satu, digantikan oleh Mg yang bermuatan 2+, maka terjadi lagi penambahan muatan negatif satu, sehingga terbentuk muatan negatif dua pada lempeng liat Si-tetrahedron tersebut. Muatan negatif yang terbentuk ini tidak dipengaruhi oleh terjadinya perubahan pH tanah. KTK tanah yang terukur adalah KTK muatan permanen.
b.      KTK Muatan Tidak Permanen
KTK muatan tidak permanen atau KTK tergantung pH tanah adalah jumlah kation yang dapat dipertukarkan pada permukaan koloid liat dengan sumber muatan negatif liat bukan berasal dari mekanisme substitusi isomorf tetapi berasal dari mekanisme patahan atau sembulan di permukaan koloid liat, sehingga tergantung pada kadar H+ dan OH- dari larutan tanah.

Hasil Pengukuran KTK Tanah
Berdasarkan teknik pengukuran dan perhitungan KTK tanah di laboratorium, maka nilai KTK dikelompokkan menjadi 2, yaitu:
1. KTK Efektif, dan
2. KTK Total. 
Kapasitas tukar kation (KTK) merupakan sifat kimia yang sangat erat hubungannya dengan kesuburan tanah. Tanah-tanah dengan kandungan bahan organik atau kadar liat tinggi mempunyai KTK lebih tinggi daripada tanah-tanah dengan kandungan bahan organik rendah atau tanah-tanah berpasir (Hardjowogeno 2003). Nilai KTK tanah sangat beragam dan tergantung pada sifat dan ciri tanah itu sendiri. Besar kecilnya KTK tanah dipengaruhi oleh
ü  1.Reaksi tanah
ü  2.Tekstur atau jumlah liat
ü  3.Jenis mineral liat
ü  4.Bahan organik dan,
ü  5.Pengapuran serta pemupukan.
Sedangkan Menurut Hakim,et al. (1986) besar KTK tanah dipengaruhi oleh sifat dan ciri tanah yang antara lain: reaksi tanah atau pH; tekstur tanah atau jumlah liat; jenis mineral liat; bahan organik; pengapuran dan pemupukan. Pada pH tanah yang rendah, KTK tanah akan relatif rendah, karena misel liat dan bahan organik banyak menjerap ion-ion H+ atau Al3+. Kation-kation yang terjerap dalam tanah akan dapat dilepaskan dari tanah dan ditukar tempatnya oleh ion-ion H+ yang dilepaskan oleh akar tanaman. Kation-kation yang berupa unsur hara itu kemudian larut dalam air tanah dan diisap oleh tanaman.
Kandungan bahan organik dalam tanah merupakan salah satu faktor yang berperan dalam menentukan keberhasilan suatu budidaya pertanian. Hal ini dikarenakan bahan organik dapat meningkatkan kesuburan kimia, fisika maupun biologi tanah. Penetapan kandungan bahan organik dilakukan berdasarkan jumlah C-Organik.
Bahan organik tanah sangat menentukan interaksi antara komponen abiotik dan biotik dalam ekosistem tanah. Musthofa (2007) dalam penelitiannya menyatakan bahwa kandungan bahan organik dalam bentuk C-organik di tanah harus dipertahankan tidak kurang dari 2 persen, Agar kandungan bahan organik dalam tanah tidak menurun dengan waktu akibat proses dekomposisi mineralisasi maka sewaktu pengolahan tanah penambahan bahan organik mutlak harus diberikan setiap tahun. Kandungan bahan organik antara lain sangat erat berkaitan dengan KTK (Kapasitas Tukar Kation) dan dapat meningkatkan KTK tanah. Tanpa pemberian bahan organik dapat mengakibatkan degradasi kimia, fisik, dan biologi tanah yang dapat merusak agregat tanah dan menyebabkan terjadinya pemadatan tanah.
Kandungan C-organik pada setiap tanah bervariasi, mulai dari kurang dari 1% pada tanah berpasir sampai lebih dari 20 % pada tanah berlumpur. Warna tanah menunjukkan kandungan C-organik tanah tersebut. Tanah yang berwarna hitam kelam mengandung C-organik yang tinggi. Makin cerah warna tanah kandungan C-organiknya makin rendah. Contohnya tanah yang berwarna merah mengandung kadar besi yang tinggi, tetapi rendah kandungan C-organiknya. (McVay & Rice, 2002).
Nitrogen merupakan unsur hara makro esensial, menyusun sekitar 1,5 % bobot tanaman dan berfungsi terutama dalam pembentukan protein (Hanafiah 2005).
3.      2 Komponen Bahan Organik Tanah

Istilah
Pengertian
Sisa organik

Biomassa tanah

Humus

Bahan organic tanah
Senyawa humat





Senyawa nonhumat


Humin

Asam Humat


Asam Hematomelanik
Sisa jaringan binatang dan tanaman yg tidak terlapuk dan sebagian hasil dekomposisi
Bahan organik yang ada sebagai jaringan mikrobia hidup
Keseluruhan senyawa organic dalam tanah kecuali jaringan hewan dan tanaman yg tidak terlapuk
Sama dengan humus
Suatu seri senyawa organic berberat molekul tinggi yang berwarna coklat sampai hitam dan terbentuk dari reaksi sinteesis sekunder. Istilah ini digunakan untuk mendeskripsikan bahan berwarna atau fraksi yang diperoleh atas dasar karakteristik kelarutannya.
Senyawa yang dikenal dalam biokimia sebagai asam amino, karbohidrat, lemak, lilin, resin, asam-asam organic.
Fraksi bahan organic tanah atau humus yang tidak larut dalam suasana alkalis.
Bahan organic berwarna gelap yang dieksrak dari tanah dengan berbagai reagen dan tidak larut dalam asam encer.
Bagian dari asam humat yang larut alkohol
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kandungan bahan organic tanah dapat dirumuskan dengan teori pembentukan tanah oleh Jenny yaitu:
S = f (Cl, P, R, O, t)
Cl = Climate (iklim)
P = Parent material (bahan asal dari bahan organic)
R = Relief (Letak bahan organic pada suatu topografi tanah)
O = Organism (vegetasi, binatang dan mikroorganisme)
T = Time (waktu atau lamanya proses dekomposisi dalam tanah)
                        Sifat Bahan organic dan pengaruhnya terhadap tanah
Sifat
Keterangan
Pengaruhnya pada Tanah
Warna

Retensi Air




Membentuk kompleks dg mineral lempung
Kelasi


Kelarutan dalam air






Daya sangga



Menukar kation


Mineralisasi


Bereaksi dengan bahan-bahan kimia organik
Menyebabkan warna gelap pada beberapa tanah
BO dapat memegang air 20 kali dari beratnya



Menyemen partikel tanah untuk membentuk agregat


Membentuk kompleks stabil dengan Cu2+, Mn2+, Zn2+ dan kation polivalen lainnya.
Bahan organic (BO) tidak larut akibat berasosiasi dengan lempung. Garam-garam dari kation di- dan trivalent dengan bahan organic tidak larut,. BO yang diisolasi mungkin sebagian larut dalam air.
BO menunjukkan kemampuan penyanggaan pada kisaran agak masam, netral dan alkali.
Total kemasaman dari fraksi humus berkisar 300 – 1400 cmol/kg
Dekomposisi BO menghasilkan CO2, NH4+, NO3-, PO43- dan SO42-.
Mempengaruhi bioaktivitas, keberadaan dan kemampuan biodegradasi dari pestisidan senyawa kimia organic lainnya.
Dapat mempengaruhi kehangatan tanah
Membantu mencegah kekeringan atau keretakan. Dapat untuk memeperbaiki sifat retensi air pada tanah pasiran
Mendukung pertukaran gas, menstabilkan sruktur, meningkatkan permeabilitas

Mungkin meningkatkan ketersediaan unsure mikro bagi tanaman
Hanya sedikit BO yang hilang oleh pelindian.






Membantu mempertahankan reaksi yang seragam dalam tanah

Meningkatkan KPK tanah.  20- 70 % KPK tanah disumbang oleh BO.
Sumber unsur hara bagi tanaman

Mempengaruhi takaran pestisida untuk mendapatkan pengendalian efektif

Komponen utama BO tanah: C (52-58%), O (34-39 %), H (3,3 – 4,8 %) dan N (3,7-4,1 %).
BO tanah: bahan nonhumat dan humat.
Bahan non humat: (KH, protein, lemak, asam amino, peptida, lilin, dan asam-asam organik ber BM rendah). Bahan ini sangat mudah didekomposisi oleh MO.
Senyawa Humat (SH): suatu kategori umum dari senyawa organik  yang dicirikan oleh warna kuning sampai kehitaman, berberat molekul tinggi dan menunjukkan sifat refraktori. Senyawa humat terdiri atas: Asam humat (AH), asam fulvat (AF) dan humin.
Beberapa gugus fungsional dari bahan organik
Gugus fungsional
Struktur
Gugus Asam
Karboksil
Enol
Fenolik OH
Quinon
Gugus Netral
Alkohol OH
Eter
Keton
Aldehid
Ester
Gugus Basa
Amin
Amida

R-C=O(-OH)
R-CH=CH-OH
Ar-OH
Ar=O

R-CH2-OH
R-CH2-O- CH2-R
R-C=O(-R)
R-C=O(-H)
R-C=O(-OR)

R- CH2- NH2
R- C=O(-NH2-R)
Keterangan:     R = Alifatik
                                    Ar= Cincin aromatic
3        3 Komponen Inorganik (Mineral Tanah)
Tanah merupakan suatu kompleks yang terdiri atas komponen padat, cair dan gas. Sebagai contoh, tanah geluh pasir (silt loam) yang memiliki tekstur ideal bagi pertumbuhan tanaman, porsi komponen padatnya pada horison permukaan menempati volume sekitar 50 % (45 % mineral dan 5 % bahan organik), komponen gasnya (udara) sekitar 20-30 % dan sisanya komponen air juga menempati sekitar 20-30 %. Tentu saja agihan (distribution) gas dan air dalam ruang pori tanah dapat berubah dengan cepat tergantung pada faktor cuaca dan sejumlah faktor lainnya.
Unsur-unsur yang biasanya ditemukan dalam jumlah paling banyak adalah: O, Si, Al, Fe, C, Ca, K, Na dan Mg. Ini merupakan unsur-unsur utama yang banyak ditemukan dalam kerak bumi atau bahan endapan (sediments). Oksigen merupakan unsur yang paling umum dijumpai dalam kerak bumi dan tanah. Unsur ini menyusun sekitar 47 % berat kerak bumi dan lebih dari 90 % volume kerak bumi (Berry dan Mason, 1959).
Komponen inorganik menempati lebih dari 90 % komponen padat dalam tanah. Komponen inorganik ini memiliki sifat-sifat seperti ukuran, luas permukaan, dan karakter muatan yang sangat mempengaruhi reaksi-reaksi kinetik dan keseimbangan serta proses-proses yang terjadi dalam tanah.
Komponen inorganik dalam tanah meliputi mineral primer dan sekunder (dijelaskan di bawah) yang memiliki ukuran (diameter partikel) berkisar dari lempung (< 0,002 mm atau < 2 mm) sampai pasir kasar (> 2mm) dan batuan. Table 2.2 menyajikan daftar mineral primer dan sekunder yang banyak ditemui dalam tanah. Mineral didefinisikan sebagai senyawa inorganik alam yang memiliki sifat fisik, kimia dan kristalin tertentu. Mineral primer tidak mengalami perubahan sifat kimia selama proses pengendapan dan kristalisasi dari lava yang meleleh. Mineral primer yang umum dijumpai dalam tanah yaitu kuarsa dan feldspar. Sedang yang lainnya yang jumlahnya relatif lebih sedikit yaitu piroksin, mika, amfibol dan olivin. Mineral primer berada dalam fraksi pasir (partikel ukuran 2- 0,05 mm), dan debu (partikel ukuran 0,05 – 0,002 mm), dan mungkin juga fraksi lempung yang sedikit telah mengalami pelapukan.
Mineral sekunder merupakan hasil pelapukan mineral primer yang telah mengalami perubahan struktur atau pengendapan kembali hasil pelapukan (dissolusi) dari mineral primer tersebut. Mineral sekunder yang biasa terdapat dalam tanah yaitu mineral aluminosilikat (seperti kaolinit dan motmorilonit), senyawa oksida-oksida (contoh; gibsit, goetit, dan birnesit),  bahan-bahan amorf (seperti imogolit dan allofan), mineral sulfur dan mineral karbonat. Mineral sekunder biasanya terdapat dalam fraksi lempung, tetapi fraksi debu kadang-kadang juga mengandung mineral ini.
Fraksi atau komponen inorganik/anorganik biasanya berupa silikat dan oksida. Biasanya dikenal 6 tipe silikat tanah berdasarkan susunan tetrahedra SiO4 dalam strukturnya:
1.     Siklosilikat: Lingkar tertutup atau lingkar ganda dari tetrahedra (SiO3,Si2O5). Contoh: Turmalin
2.     Inosilikat: Rantai tunggal atau ganda dari tetrahedra (SiO3, Si4O11). Contoh: Ampibol, piroksen, horenblende.
3.     Nesosilikat: Tetrahedra SiO4 terpisah. Contoh:  Contoh: Yakut, olivin, zirkon, topas.
4.     Filosilikat: Lembar tetrahedra (Si2O5). Contoh: Klorit, illit, kaolinit, montmorillonit, vermikulit.
5.     Sorosilikat: Dua atau lebih tetrahedra berangkai (Si2O7, Si5O16). Contoh: Epidot.
6.    Tektosilikat: Jaringan tetrahedra (SiO2). Contoh: Feldspar, zeolit
            Kesetimbangan Kimia dalam tanah
ü  Laju Reaksi
1)        A2  +  B2                2AB

Laju reaksi tergantung laju tumbukan antara molekul A2  dan  B2 , laju ini tergantung atas jumlah atau konsentrasi molekul A2  dan  B2.
S1 = K1 (A2 )  (B2)
S1 = Kecepatan reaksi
K1= Konstante laju reaksi
Karena laju reaksi proporsional dg kadar A2 dan  B2, maka ini juga proporsional dengan produk reaksi yang dihasilkan. Pada saat yg sama AB juga cenderung untuk berubah menjadi A2  dan  B2.
2)        2AB                 A2  +  B2
            S2 = K2 (AB)  (AB) = K2 (AB)2
AB yg terjadi 2 kali, jadi AB harus bertubrukan untuk menghasilkan A2 dan  B2.
3)        Ini berarti reaksinya secara keseluruhan eaksinya dapat ditulis:
A2  +  B2                    2AB
Bila kecepatan reaksi S1 dan S2 sama, maka reaksi ini dikatakan dalam keseimbangan kimia.
S1 = K1 (A2 )  (B2) = S2 = K2 (AB)2
K1 (A2 )  (B2) = K2 (AB)2
K1/K2 = K = (AB)2/(A2 )  (B2)
a)        Rasio konstante laju eaksi, K = konstante keseimbangan untuk reaksi :
4)        A2  +  B2                2AB
2AB                 A2  +  B2, konstante keseimbangannya 1/K
Makna K, bila K > 1, berarti reaksi melaju cepat dari kiri ke kanan, lemah dari kanan ke kiri; Bila K = 1, berarti konsentrasi A, B dan AB sama; Bila K< 1, berarti reaksi cenderung lebih banyak bergeser dari kanan ke kiri.
Dalam prakteknya nilai K sering dinyatakan dengan pK = - log K
Contoh: K = 10-5,6                                       pK = 5,6
            Normalitas
Normalitas didefinisikan sebagai jumlah gram berat equivalen dari bahan terlarut dalam 1 liter larutan. Contoh:
1). 1 mol HCl direaksikan dg 1 mol NaOH, karena keduanya mengandung jumlah molekul yang sama maka 1 mol menunjukkan berat 1 equivalen.
1 mol HCl = 35,5 + 1 = 36,5 gr
1 mol NaOH = 23 + 16 + 1 = 40 gr
Reaksi antara asam dan basa ini akan menghasilkan reaksi netralisasi yang komplet. Karena keduanya senyawa monovalen, maka 1 N =
2). 2NaOH + H2SO4               Na2SO4  +  2H2O
     Jadi 2 mol NaOH bereaksi dengan 1 mol H2SO4
     Berat ekuivalen dari H2SO4 yang bereaksi dengan 1 mol NaOH adalah 
     2 + 32 + (4 x 16) = 98/2 = 49 gr. Jadi normalitas H2SO4 dalam reaksi
     itu 49gr/liter.
ü  Sifat Penyangga Tanah
Reaksi tanah (pH) tidak mudah diturunkan ataupun dinaikkan secara mendadak, karena di dalam tanah ada sifat penyangga pH. Komponen tanah yang mempunyai sifat menyangga ini adaIah gugus asam Iemah seperti karbonat serta komplek koloidai tanah yakni koloid Iiat dan koloid humus. Koloid tanah dikelilingi oleh ion-ion H yang terjerap pada permukaannya dan di pihak lain ada ion-ion H yang tidak dipengaruhi oleh komplek jerapan tanah , yakni ion H yang herada pada larutan tanah. Ion H yang terjerap dan yang berada di dalam larutan tanah berada dalam keseimbangan.
Mekanisme sanggaan dapat dijelaskan berdasarkan sifat dissosiasi ion H dari asam koloidal lemah. Reaksinya sebagai berikut dan Gambar 5.1.
Ion H yang terjerap <==========> Ion H dalam larutan tanah
(Kemasaman cadangan) ( Kemasaman aktif)
Asam Iemah ini mempunyai tingkat disosiasi yang Iemah dan sebagian besar dari ion H masih tetap terjerap pada permukaan koloid. Bila suatu tanah masam ingin dinaikkan pH nya, maka dilakukan pengapuran, dan akibatnya reaksi akan beralih ke kanan dimana ion-ion Ca dari kapur lebih banyak terjerap, tapi ternyata pH tidak banyak berubah. Hal ini terjadi karena ion-ion H masih banyak terjerap pada koloid tanah. Dengan penambahan kapur yang Iebih banyak lagi hingga cukup untuk mebebaskan semua ion H dari kompIek jerapan tanah dan digantikan oleh ion Ca, maka akan terjadilah peningkatan pH tanah yang lebih nyata. Ini berarti kemasaman cadangan telah dinetralkan.
Dengan adanya sifat penyangga di dalam tanah, hai ini dapat menjaga penurunan pH yang drastis akibat bertambahnya ion H oleh suatu poroses biologis ataupun perlakuan pemupukan. Adanya aktifitas jasad jasad hidup di dalam tanah atau perlakuan pemupukan yang bersifat asam akan menyumbangkan banyak ion H, sehingga reaksi beralih ke kiri, namun demikian penurunan pH juga tidak nyata. HaI ini juga disebabkan oleh adanya sifat sanggaan tanah tadi. Dari uraian diatas jelaslah bahwa sifat sanggahan tanah sangat penting artinya dalam menjaga kestabilan reaksi tanah, sehingga gejolak pH yang hebat tidak terjadi yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman.













BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
·         Reaksi tanah menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah yang dinyatakan dengan nilai pH. Nilai pH menunjukkan banyaknya konsentrasi ion hidrogen (H+) di dalam tanah. Makin tinggi kadar ion H+ didalam tanah, semakin masam tanah tersebut.
·         Pada tanah-tanah masam jumlah ion H+ lebih tinggi daripada OH-, sedang pada tanah alkalis kandungan OH- lebih banyak daripada H+. Bila kandungan H+ sama dengan OH- , maka tanah bereaksi netral yaitu mempunyai pH = 7 (Anonim 1991).
·         Tekstur tanah tersusun dari tiga komponen, yaitu: pasir, debu dan liat. Ketiga komponen tersebut dibedakan berdasarkan ukurannya yang berbeda. Partikel pasir berukuran antara 200 mikrometer sampai dengan 2000 mikrometer. Partikel debu berukuran antara 2 mikrometer sampai dengan kurang dari 200 mikrometer. Partikel liat berukuran kurang dari 2 mikrometer.
·         Kandungan bahan organik dalam tanah merupakan salah satu faktor yang berperan dalam menentukan keberhasilan suatu budidaya pertanian. Hal ini dikarenakan bahan organik dapat meningkatkan kesuburan kimia, fisika maupun biologi tanah. Penetapan kandungan bahan organik dilakukan berdasarkan jumlah C-Organik (Anonim 1991).
Daftar Pustaka




 
BAB I
PENDAHULUAN
1.1       Latar Belakang
Pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh sifat-sifat kesuburan tanahnya yakni kesuburan fisik, kesuburan kimia dan kesuburan biologis. Kalau kesuburan fisik lebih mengutamakan tentang keadaan fisik tanah yang banyak kaitannya drengan penyediaan air dan udara tanah, maka kesuburan kimia berperan dalam menentukan dan menjelaskan reaksi-reaksi kimia yang menyangkut dalam masalah-­masalah ketersediaan unsur hara bagi pertumbuhan tanaman. Untuk mencapai rnaksud tersebut, maka pembahasan mengenai sifat kimia tanah ini kita batasi pada. hal-hal yang berkaitan erat dengan masalah-masalah antara lain : Reaksi tanah (pH), koloid tanah, pertukaran kation, dan kejenuhan basa.

1.2       Rumusan Masalah
·         Bagaimana sifat kimia tanah ?
1.3       Tujuan
·         Untuk mengetahui sifat kimia tanah.
·         Untuk memenuhi tugas mata kuliah Geografi Tanah dan Lingkungan.


BAB II
DASAR TEORI
1.      1 Sifat Kimia Tanah
1.      1. 1 Derajat Kemasaman Tanah
 Reaksi tanah menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah yang dinyatakan dengan nilai pH. Nilai pH menunjukkan banyaknya konsentrasi ion hidrogen (H+) di dalam tanah. Makin tinggi kadar ion H+ didalam tanah, semakin masam tanah tersebut. Di dalam tanah selain H+ dan ion-ion lain ditemukan pula ion OH-, yang jumlahnya berbanding terbalik dengan banyaknya H+.
 Pada tanah-tanah masam jumlah ion H+ lebih tinggi daripada OH-, sedang pada tanah alkalis kandungan OH- lebih banyak daripada H+. Bila kandungan H+ sama dengan OH- , maka tanah bereaksi netral yaitu mempunyai pH = 7 (Anonim 1991).

             Nilai pH berkisar dari 0-14 dengan pH 7 disebut netral sedangkan pH kurang dari 7 disebut masam dan pH lebih dari 7 disebut alkalis. Walaupun dcmikian pH tanah umumnya berkisar dari 3,0-9,0. Di Indonesia unumnya tanahnya bereaksi masam dengan 4,0 – 5,5 sehingga tanah dengan pH 6,0 – 6,5 sering telah dikatakan cukup netral meskipun sebenarnya masih agak masam. Di daerah rawa-rawa sering ditemukan tanah-tanah sangat masam dengan pH kurang dari 3,0 yang disebut tanah sangat masam karena banyak mengandung asam sulfat. Di daerah yang sangat kering kadang-kadang pH tanah sangat tinggi (pH lebih dari 9,0) karena banyak mengandung garam Na (Anonim 1991)
2        1. 2 C-Organik
  Kandungan bahan organik dalam tanah merupakan salah satu faktor yang berperan dalam menentukan keberhasilan suatu budidaya pertanian. Hal ini dikarenakan bahan organik dapat meningkatkan kesuburan kimia, fisika maupun biologi tanah. Penetapan kandungan bahan organik dilakukan berdasarkan jumlah C-Organik (Anonim 1991).




Bahan organik tanah sangat menentukan interaksi antara komponen abiotik dan biotik dalam ekosistem tanah. Musthofa (2007) dalam penelitiannya menyatakan bahwa kandungan bahan organik dalam bentuk C-organik di tanah harus dipertahankan tidak kurang dari 2 persen, Agar kandungan bahan organik dalam tanah tidak menurun dengan waktu akibat proses dekomposisi mineralisasi maka sewaktu pengolahan tanah penambahan bahan organik mutlak harus diberikan setiap tahun. Kandungan bahan organik antara lain sangat erat berkaitan dengan KTK (Kapasitas Tukar Kation) dan dapat meningkatkan KTK tanah. Tanpa pemberian bahan organik dapat mengakibatkan degradasi kimia, fisik, dan biologi tanah yang dapat merusak agregat tanah dan menyebabkan terjadinya pemadatan tanah (Anonim 1991).
2        1. 3 N-Total
Nitrogen merupakan unsur hara makro esensial, menyusun sekitar 1,5 % bobot tanaman dan berfungsi terutama dalam pembentukan protein (Hanafiah 2005).
Menurut Hardjowigeno (2003) Nitrogen dalam tanah berasal dari :
a.       Pupuk
b.      Air Hujan
c.       Bahan Organik Tanah : Bahan organik halus dan bahan organik kasar
d.      Pengikatan oleh mikroorganisme dari N udara
Sumber N berasal dari atmosfer sebagai sumber primer, dan lainnya berasal dari aktifitas didalam tanah sebagai sumber sekunder. Fiksasi N secara simbiotik khususnya terdapat pada tanaman jenis leguminoseae sebagai bakteri tertentu. Bahan organik juga membebaskan N dan senyawa lainnya setelah mengalami proses dekomposisi oleh aktifitas jasad renik tanah.
Hilangnya N dari tanah disebabkan karena digunakan oleh tanaman atau mikroorganisme. Kandungan N total umumnya berkisar antara 2000 – 4000 kg/ha pada lapisan 0 – 20 cm tetapi tersedia bagi tanaman hanya kurang 3 % dari jumlah tersebut (Hardjowigeno 2003). Manfaat dari Nitrogen adalah untuk memacu pertumbuhan tanaman pada fase vegetatif, serta berperan dalam pembentukan klorofil, asam amino, lemak, enzim, dan persenyawaan lain (RAM 2007). Nitrogen terdapat di dalam tanah dalam bentuk organik dan anorganik. Bentuk-bentuk organik meliputi NH4, NO3, NO2, N2O dan unsur N. Tanaman menyerap unsur ini terutama dalam bentuk NO3, namun bentuk lain yang juga dapat menyerap adalah NH4, dan urea (CO(N2))2 dalam bentuk NO3. Selanjutnya, dalam siklusnya, nitrogen organik di dalam tanah mengalami mineralisasi sedangkan bahan mineral mengalami imobilisasi. Sebagian N terangkut, sebagian kembali scbagai residu tanaman, hilang ke atmosfer dan kembali lagi, hilang melalui pencucian dan bertambah lagi melalui pemupukan. Ada yang hilang atau bertambah karena pengendapan.
2        1. 4 Kalium (K)
Kalium merupakan unsur hara ketiga setelah Nitrogen dan Fosfor yang diserap oleh tanaman dalam bentuk ion K+. Muatan positif dari Kalium akan membantu menetralisir muatan listrik yang disebabkan oleh muatan negatif Nitrat, Fosfat, atau unsur lainnya. Hakim et al. (1986), menyatakan bahwa ketersediaan Kalium merupakan Kalium yang dapat dipertukarkan dan dapat diserap tanaman yang tergantung penambahan dari luar, fiksasi oleh tanahnya sendiri dan adanya penambahan dari kaliumnya sendiri.
Kalium tanah terbentuk dari pelapukan batuan dan mineral-mineral yang mengandung kalium. Melalui proses dekomposisi bahan tanaman dan jasad renik maka kalium akan larut dan kembali ke tanah. Selanjutnya sebagian besar kalium tanah yang larut akan tercuci atau tererosi dan proses kehilangan ini akan dipercepat lagi oleh serapan tanaman dan jasad renik. Beberapa tipe tanah mempunyai kandungan kalium yang melimpah. Kalium dalam tanah ditemukan dalam mineral-mineral yang terlapuk dan melepaskan ion-ion kalium. Ion-ion adsorpsi pada kation tertukar dan cepat tersedia untuk diserap tanaman. Tanah-tanah organik mengandung sedikit Kalium.
Natrium (Na)

            Natrium merupakan unsur penyusun lithosfer keenam setelah Ca yaitu 2,75% yang berperan penting dalam menentukan karakteristik tanah dan pertumbuhan tanaman terutama di daerah kering dan agak kering yang berdekatan dengan pantai, karena tingginya kadar Na di laut, suatu tanah disebut tanah alkali jika KTK atau muatan negatif koloid-koloidnya dijenuhi oleh ≥ 15% Na, yang mencerminkan unsur ini merupakan komponen dominan dari garam-garam larut yang ada. Pada tanah-tanah ini, mineral sumber utamanya adalah halit (NaCl). Kelompok tanah alkalin ini disebut tanah halomorfik, yang umumnya terbentuk di daerah pesisir pantai iklim kering dan berdrainase buruk. Sebagaimana unsur mikro, Na juga bersifat toksik bagi tanaman jika terdapat dalam tanah dalam jumlah yang sedikit berlebihan (Hanafiah, 2005).
Kalsium (Ca)
  Kalsium tergolong dalam unsur-unsur mineral essensial sekunder seperti Magnesium dan Belerang. Ca2+ dalam larutan dapat habis karena diserap tanaman, diambil jasad renik, terikat oleh kompleks adsorpsi tanah, mengendap kembali sebagai endapan-endapan sekunder dan tercuci (Leiwakabessy 1988). Adapun manfaat dari kalsium adalah mengaktifkan pembentukan bulu-bulu akar dan biji serta menguatkan batang dan membantu keberhasilan penyerbukan, membantu pemecahan sel, membantu aktivitas beberapa enzim (RAM 2007).

Article I.                2 Kapasitas Tukar Kation (KTK)

 Kapasitas tukar kation (KTK) merupakan sifat kimia yang sangat erat hubungannya dengan kesuburan tanah. Tanah-tanah dengan kandungan bahan organik atau kadar liat tinggi mempunyai KTK lebih tinggi daripada tanah-tanah dengan kandungan bahan organik rendah atau tanah-tanah berpasir (Hardjowogeno 2003). Nilai KTK tanah sangat beragam dan tergantung pada sifat dan ciri tanah itu sendiri. Besar kecilnya KTK tanah dipengaruhi oleh :
Ø  Reaksi tanah
Ø  Tekstur atau jumlah liat
Ø  .Jenis mineral liat
Ø  Bahan organik dan,
Ø  Pengapuran serta pemupukan.
Soepardi (1983) mengemukakan kapasitas tukar kation tanah sangat beragam, karena jumlah humus dan liat serta macam liat yang dijumpai dalam tanah berbeda-beda pula.
BAB III
PEMBAHASAN
2.      1 Sifat Kimia Tanah
Tekstur tanah tersusun dari tiga komponen, yaitu: pasir, debu dan liat. Ketiga komponen tersebut dibedakan berdasarkan ukurannya yang berbeda. Partikel pasir berukuran antara 200 mikrometer sampai dengan 2000 mikrometer. Partikel debu berukuran antara 2 mikrometer sampai dengan kurang dari 200 mikrometer. Partikel liat berukuran kurang dari 2 mikrometer. Makin halus ukuran partikel penyusun tanah tersebut akan memiliki luas permukaan partikel per satuan bobot makin luas. Partikel tanah yang memiliki permukaan yang lebih luas memberi kesempatan yang lebih banyak terhadap terjadinya reaksi kimia. Partikel liat persatuan bobot memiliki luas permukaan yang lebih luas dibandingkan dengan kedua partikel penyusun tekstur tanah lain (seperti: debu dan pasir). Reaksi-reaksi kimia yang terjadi pada permukaan patikel liat lebih banyak daripada yang terjadi pada permukaan partikel debu dan pasir persatuan bobot yang sama. Dengan demikian, partikel liat adalah komponen tanah yang paling aktif terhadap reaksi kimia, sehingga sangat menentukan sifat kimia tanah dan mempengaruhi kesuburan tanah.
Beberapa sifat kimia tanah yang penting untuk diketahui dan dipahami, meliputi: 
(1)    pH Tanah, 
pH adalah tingkat keasaman atau kebasa-an suatu benda yang diukur dengan menggunakan skala pH antara 0 hingga 14. Sifat asam mempunyai pH antara 0 hingga 7 dan sifat basa mempunyai nilai pH 7 hingga 14.
 pH tanah atau tepatnya pH larutan tanah sangat penting karena larutan tanah mengandung unsur hara seperti Nitrogen (N), Potassium/kalium (K), dan Pospor (P) dimana tanaman membutuhkan dalam jumlah tertentu untuk tumbuh, berkembang, dan bertahan terhadap penyakit. Jika pH larutan tanah meningkat hingga di atas 5,5. Nitrogen (dalam bentuk nitrat) menjadi tersedia bagi tanaman. Di sisi lain Pospor akan tersedia bagi tanaman pada pH antara 6,0 hingga 7,0.
Jika larutan tanah terlalu masam, tanaman tidak dapat memanfaatkan N, P, K dan zat hara lain yang mereka butuhkan. Pada tanah masam, tanaman mempunyai kemungkinan yang besar untuk teracuni logam berat yang pada akhirnya dapat mati karena keracunan tersebut. Jika tanah terlalu masam oleh karena penggunaan pestisida, herbbisida, dan fungisida tidak akan terabsorbsi dan justru akan meracuni air tanah serta air-air pada aliran permukaan.
Faktor yang mempengaruhi pH tanah adalah tipe vegetasi, drainase tanah internal, dan aktivitas manusia. Nilai pH suatu tanah juga dipengaruhi oleh jenis bahan induk tanah yang dibentuk. Tanah berkembang dari batuan dasar umumnya memiliki nilai pH lebih tinggi daripada yang terbentuk dari batuan asam. Curah hujan juga mempengaruhi pH tanah. Air melewati tanah dasar mencuci kalsium dan magnesium dari tanah dan digantikan oleh unsur-unsur asam seperti aluminium dan besi. Tanah yang terbentuk di bawah kondisi curah hujan tinggi lebih asam daripada yang dibentuk di bawah gersang (kering) kondisi.
Proses yang menghasilkan keasaman tanah
a.       karbon dioksida hasil dari dekomposisi seresah akan terlarut dalam air akan bereaksi dengan molekul air menghasilkan asam karbonat
 CO2 (aq) K1 = 10-1,41
«CO2(gas)
 H2CO3 K2 = 10-2,62
«CO2 (aq) + H2O
b.      asam-asam organik hasil dekomposisi
c. H+ yang dilepas oleh akar tanaman dan organisme yang lain pada waktu pengambilan hara. Prinsip elektroneutrality adalah pengambilan kation oleh akar harus diimbangi dengan pengambilan anion atau dengan pelepasan ion hidrogen atau kation lain
c.       Oksidasi dari substansi tereduksi sepeti mineral sulfida, bahan organik, fertilizer yang mengandung ammoniu
Proses yang menghasilkan kebasaan tanah
1.      Reduksi dari Ferri, mangan, dan oxidized substances membutuhkan H+ atau melepas OH- dan meningkatkan pH (terjadi pada tanah yang aerasinya jelek)
Fe(OH)2 (amorf) + OH-«Misal : Fe(OH)3 (amorf) + e-
2.      Pengambilan kation oleh akar tanaman, kemudian setelah tanaman mati maka akan terdeposisi di permukaan tanah
PH tanah dikontrol oleh berbagai mekanisme. Sebagian mekanisme adalah sumber langsung H+ dan atau OH- dan sebagian bekerja dengan bereaksi dengan H+ dan atau OH- untuk buffer pada larutan tanah. Mekanisme tersebut adalah : (1) oksidasi dan reduksi besi, mangan dan senyawa sulfur (2) dissolution dan presipitasi mineral tanah (3) Reaksi gas misal CO2 dengan larutan tanah (4) dissosiasi grup asam lemah pada tepi lempung silikat, hidrous oksida, atau substansi humus (5) reaksi ion-exchange. Pengelompokan kemasaman tanah adalah sebagai berikut:
v  Sangat masam untuk pH tanah < 4,5
v  Masam untuk pH tanah berkisar antara 4,5 s/d 5,5
v  Agak masam untuk pH tanah berkisar antara 5,6 s/d 6,5
v  Netral untuk pH tanah berkisar antara 6,6 s/d 7,5
v  Agak alkalis untuk pH tanah berkisar antara 7,6 s/d 8,5
v  Alkalis untuk pH tanah > 8,5.
(2)  Kapasitas Tukar Kation (KTK)
Salah satu sifat kimia tanah yang terkait erat dengan ketersediaan hara bagi tanaman dan menjadi indikator kesuburan tanah adalah Kapasitas Tukar Kation (KTK) atau Cation Exchangable Cappacity (CEC). KTK merupakan jumlah total kation yang dapat dipertukarkan (cation exchangable) pada permukaan koloid yang bermuatan negatif. Satuan hasil pengukuran KTK adalah milliequivalen kation dalam 100 gram tanah atau me kation per 100 g tanah.
Kapasitas tukar kation (KTK) menunjukkan ukuran kemampuan tanah dalam menjerap dan dan mempertukarkan sejumlah kation. Makin tinggi KTK, makin banyak kation yang dapat ditariknya. Tinggi rendahnya KTK tanah ditentukan oleh kandungan liat dan bahan organik dalam tanah itu. Tanah yang memiliki KTK yang tinggi akan menyebabkan lambatnya perubahan pH tanah. KTK tanah juga mempengaruhi kapan dan berapa banyak pupuk nitrogen dan kalium harus ditambahkan ke dalam tanah Pada KTK tanah yang rendah, misalnya kurang dari 5 cmol(+)/kg, pencucian beberapa kation dapat terjadi. Penambahan ammonium dan kalium pada tanah ini akan menyebabkan sebagian ammonium dan kalium itu mengalami pencucian di bawah zona akar, khususnya pada tanah pasiran dengan KTK tanah bawah (subsoil) yang rendah.
Pada KTK tanah yang lebih tinggi, misalnya lebih besar dari 10 cmol(+)/kg, hanya sedikit pencucian kation akan terjadi. Oleh karena itu, penambahan nitrogen dan kalium pada tanah ini memungkinkan untuk dilaksanakan. Menurut Mengel (1993) kation tanah yang paling umum adalah: kalsium (Ca++), magnesium (Mg++), kalium (K+), ammonium (NH4+), hydrogen (H+) dan sodium (Na+). Sedangkan anion tanah yang umum meliputi: khlorin (Cl-), nitrat (NO3-), sulfat (S04=) dan fosfat (PO43-).
Berdasarkan pada jenis permukaan koloid yang bermuatan negatif, KTK dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
1.      KTK Koloid Anorganik atau KTK Liat
KTK liat adalah jumlah kation yang dapat dipertukarkan pada permukaan koloid anorganik (koloid liat) yang bermuatan negatif.
Nilai KTK liat tergantung dari jenis liat, sebagai contoh:
·         Liat Kaolinit memiliki nilai KTK = 3 s/d 5 me/100 g.
·         Liat Illit dan Liat Klorit, memiliki nilai KTK = 10 s/d 40 me/100 g
·         Liat Montmorillonit, memiliki nilai KTK = 80 s/d 150 me/100 g.
·         Liat Vermikullit, memiliki nilai KTK = 100 s/d 150 me/100 g.

2.      KTK Koloid Organik
KTK koloid organik sering disebut juga KTK bahan organik tanah adalah jumlah kation yang dapat dipertukarkan pada permukaan koloid organik yang bermuatan negatif.
Nilai KTK koloid organik lebih tinggi dibandingkan dengan nilai KTK koloid anorganik. Nilai KTK koloid organik berkisar antara 200 me/100 g sampai dengan 300 me/100 g.
3.      KTK Total atau KTK Tanah
KTK total merupakan nilai KTK dari suatu tanah adalah jumlah total kation yang dapat dipertukarkan dari suatu tanah, baik kation-kation pada permukaan koloid organik (humus) maupun kation-kation pada permukaan koloid anorganik(liat).
Perbedaan KTK Tanah Berdasarkan Sumber Muatan Negatif
Berdasarkan sumber muatan negatif tanah, nilai KTK tanah dibedakan menjadi 2, yaitu:
a.       KTK Muatan Permanen
KTK muatan permanen adalah jumlah kation yang dapat dipertukarkan pada permukaan koloid liat dengan sumber muatan negatif berasal dari mekanisme substitusi isomorf. Substitusi isomorf adalah mekanisme pergantian posisi antar kation dengan ukuran atau diameter kation hampir sama tetapi muatan berbeda. Substitusi isomorf ini terjadi dari kation bervalensi tinggi dengan kation bervalensi rendah di dalam struktur lempeng liat, baik lempeng liat Si-tetrahedron maupun Al-oktahedron.
Contoh peristiwa terjadinya muatan negatif diatas adalah: (a). terjadi substitusi isomorf dari posisi Si dengan muatan 4+ pada struktur lempeng liat Si-tetrahedron oleh Al yang bermuatan 3+, sehingga terjadi kelebihan muatan negatif satu, (b). terjadinya substitusi isomorf dari posisi Al yang bermuatan 3+ pada struktur liat Al-oktahedron oleh Mg yang bermuatan 2+, juga terjadi muatan negatif satu, dan (c). terjadi substitusi isomorf dari posisi Al yang bermuatan 3+ dari hasil substitusi isomorf terdahulu pada lempeng liat Si-tetrahedron yang telah bermuatan neatif satu, digantikan oleh Mg yang bermuatan 2+, maka terjadi lagi penambahan muatan negatif satu, sehingga terbentuk muatan negatif dua pada lempeng liat Si-tetrahedron tersebut. Muatan negatif yang terbentuk ini tidak dipengaruhi oleh terjadinya perubahan pH tanah. KTK tanah yang terukur adalah KTK muatan permanen.
b.      KTK Muatan Tidak Permanen
KTK muatan tidak permanen atau KTK tergantung pH tanah adalah jumlah kation yang dapat dipertukarkan pada permukaan koloid liat dengan sumber muatan negatif liat bukan berasal dari mekanisme substitusi isomorf tetapi berasal dari mekanisme patahan atau sembulan di permukaan koloid liat, sehingga tergantung pada kadar H+ dan OH- dari larutan tanah.

Hasil Pengukuran KTK Tanah
Berdasarkan teknik pengukuran dan perhitungan KTK tanah di laboratorium, maka nilai KTK dikelompokkan menjadi 2, yaitu:
1. KTK Efektif, dan
2. KTK Total. 
Kapasitas tukar kation (KTK) merupakan sifat kimia yang sangat erat hubungannya dengan kesuburan tanah. Tanah-tanah dengan kandungan bahan organik atau kadar liat tinggi mempunyai KTK lebih tinggi daripada tanah-tanah dengan kandungan bahan organik rendah atau tanah-tanah berpasir (Hardjowogeno 2003). Nilai KTK tanah sangat beragam dan tergantung pada sifat dan ciri tanah itu sendiri. Besar kecilnya KTK tanah dipengaruhi oleh
ü  1.Reaksi tanah
ü  2.Tekstur atau jumlah liat
ü  3.Jenis mineral liat
ü  4.Bahan organik dan,
ü  5.Pengapuran serta pemupukan.
Sedangkan Menurut Hakim,et al. (1986) besar KTK tanah dipengaruhi oleh sifat dan ciri tanah yang antara lain: reaksi tanah atau pH; tekstur tanah atau jumlah liat; jenis mineral liat; bahan organik; pengapuran dan pemupukan. Pada pH tanah yang rendah, KTK tanah akan relatif rendah, karena misel liat dan bahan organik banyak menjerap ion-ion H+ atau Al3+. Kation-kation yang terjerap dalam tanah akan dapat dilepaskan dari tanah dan ditukar tempatnya oleh ion-ion H+ yang dilepaskan oleh akar tanaman. Kation-kation yang berupa unsur hara itu kemudian larut dalam air tanah dan diisap oleh tanaman.
Kandungan bahan organik dalam tanah merupakan salah satu faktor yang berperan dalam menentukan keberhasilan suatu budidaya pertanian. Hal ini dikarenakan bahan organik dapat meningkatkan kesuburan kimia, fisika maupun biologi tanah. Penetapan kandungan bahan organik dilakukan berdasarkan jumlah C-Organik.
Bahan organik tanah sangat menentukan interaksi antara komponen abiotik dan biotik dalam ekosistem tanah. Musthofa (2007) dalam penelitiannya menyatakan bahwa kandungan bahan organik dalam bentuk C-organik di tanah harus dipertahankan tidak kurang dari 2 persen, Agar kandungan bahan organik dalam tanah tidak menurun dengan waktu akibat proses dekomposisi mineralisasi maka sewaktu pengolahan tanah penambahan bahan organik mutlak harus diberikan setiap tahun. Kandungan bahan organik antara lain sangat erat berkaitan dengan KTK (Kapasitas Tukar Kation) dan dapat meningkatkan KTK tanah. Tanpa pemberian bahan organik dapat mengakibatkan degradasi kimia, fisik, dan biologi tanah yang dapat merusak agregat tanah dan menyebabkan terjadinya pemadatan tanah.
Kandungan C-organik pada setiap tanah bervariasi, mulai dari kurang dari 1% pada tanah berpasir sampai lebih dari 20 % pada tanah berlumpur. Warna tanah menunjukkan kandungan C-organik tanah tersebut. Tanah yang berwarna hitam kelam mengandung C-organik yang tinggi. Makin cerah warna tanah kandungan C-organiknya makin rendah. Contohnya tanah yang berwarna merah mengandung kadar besi yang tinggi, tetapi rendah kandungan C-organiknya. (McVay & Rice, 2002).
Nitrogen merupakan unsur hara makro esensial, menyusun sekitar 1,5 % bobot tanaman dan berfungsi terutama dalam pembentukan protein (Hanafiah 2005).
3.      2 Komponen Bahan Organik Tanah

Istilah
Pengertian
Sisa organik

Biomassa tanah

Humus

Bahan organic tanah
Senyawa humat





Senyawa nonhumat


Humin

Asam Humat


Asam Hematomelanik
Sisa jaringan binatang dan tanaman yg tidak terlapuk dan sebagian hasil dekomposisi
Bahan organik yang ada sebagai jaringan mikrobia hidup
Keseluruhan senyawa organic dalam tanah kecuali jaringan hewan dan tanaman yg tidak terlapuk
Sama dengan humus
Suatu seri senyawa organic berberat molekul tinggi yang berwarna coklat sampai hitam dan terbentuk dari reaksi sinteesis sekunder. Istilah ini digunakan untuk mendeskripsikan bahan berwarna atau fraksi yang diperoleh atas dasar karakteristik kelarutannya.
Senyawa yang dikenal dalam biokimia sebagai asam amino, karbohidrat, lemak, lilin, resin, asam-asam organic.
Fraksi bahan organic tanah atau humus yang tidak larut dalam suasana alkalis.
Bahan organic berwarna gelap yang dieksrak dari tanah dengan berbagai reagen dan tidak larut dalam asam encer.
Bagian dari asam humat yang larut alkohol
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kandungan bahan organic tanah dapat dirumuskan dengan teori pembentukan tanah oleh Jenny yaitu:
S = f (Cl, P, R, O, t)
Cl = Climate (iklim)
P = Parent material (bahan asal dari bahan organic)
R = Relief (Letak bahan organic pada suatu topografi tanah)
O = Organism (vegetasi, binatang dan mikroorganisme)
T = Time (waktu atau lamanya proses dekomposisi dalam tanah)
                        Sifat Bahan organic dan pengaruhnya terhadap tanah
Sifat
Keterangan
Pengaruhnya pada Tanah
Warna

Retensi Air




Membentuk kompleks dg mineral lempung
Kelasi


Kelarutan dalam air






Daya sangga



Menukar kation


Mineralisasi


Bereaksi dengan bahan-bahan kimia organik
Menyebabkan warna gelap pada beberapa tanah
BO dapat memegang air 20 kali dari beratnya



Menyemen partikel tanah untuk membentuk agregat


Membentuk kompleks stabil dengan Cu2+, Mn2+, Zn2+ dan kation polivalen lainnya.
Bahan organic (BO) tidak larut akibat berasosiasi dengan lempung. Garam-garam dari kation di- dan trivalent dengan bahan organic tidak larut,. BO yang diisolasi mungkin sebagian larut dalam air.
BO menunjukkan kemampuan penyanggaan pada kisaran agak masam, netral dan alkali.
Total kemasaman dari fraksi humus berkisar 300 – 1400 cmol/kg
Dekomposisi BO menghasilkan CO2, NH4+, NO3-, PO43- dan SO42-.
Mempengaruhi bioaktivitas, keberadaan dan kemampuan biodegradasi dari pestisidan senyawa kimia organic lainnya.
Dapat mempengaruhi kehangatan tanah
Membantu mencegah kekeringan atau keretakan. Dapat untuk memeperbaiki sifat retensi air pada tanah pasiran
Mendukung pertukaran gas, menstabilkan sruktur, meningkatkan permeabilitas

Mungkin meningkatkan ketersediaan unsure mikro bagi tanaman
Hanya sedikit BO yang hilang oleh pelindian.






Membantu mempertahankan reaksi yang seragam dalam tanah

Meningkatkan KPK tanah.  20- 70 % KPK tanah disumbang oleh BO.
Sumber unsur hara bagi tanaman

Mempengaruhi takaran pestisida untuk mendapatkan pengendalian efektif

Komponen utama BO tanah: C (52-58%), O (34-39 %), H (3,3 – 4,8 %) dan N (3,7-4,1 %).
BO tanah: bahan nonhumat dan humat.
Bahan non humat: (KH, protein, lemak, asam amino, peptida, lilin, dan asam-asam organik ber BM rendah). Bahan ini sangat mudah didekomposisi oleh MO.
Senyawa Humat (SH): suatu kategori umum dari senyawa organik  yang dicirikan oleh warna kuning sampai kehitaman, berberat molekul tinggi dan menunjukkan sifat refraktori. Senyawa humat terdiri atas: Asam humat (AH), asam fulvat (AF) dan humin.
Beberapa gugus fungsional dari bahan organik
Gugus fungsional
Struktur
Gugus Asam
Karboksil
Enol
Fenolik OH
Quinon
Gugus Netral
Alkohol OH
Eter
Keton
Aldehid
Ester
Gugus Basa
Amin
Amida

R-C=O(-OH)
R-CH=CH-OH
Ar-OH
Ar=O

R-CH2-OH
R-CH2-O- CH2-R
R-C=O(-R)
R-C=O(-H)
R-C=O(-OR)

R- CH2- NH2
R- C=O(-NH2-R)
Keterangan:     R = Alifatik
                                    Ar= Cincin aromatic
3        3 Komponen Inorganik (Mineral Tanah)
Tanah merupakan suatu kompleks yang terdiri atas komponen padat, cair dan gas. Sebagai contoh, tanah geluh pasir (silt loam) yang memiliki tekstur ideal bagi pertumbuhan tanaman, porsi komponen padatnya pada horison permukaan menempati volume sekitar 50 % (45 % mineral dan 5 % bahan organik), komponen gasnya (udara) sekitar 20-30 % dan sisanya komponen air juga menempati sekitar 20-30 %. Tentu saja agihan (distribution) gas dan air dalam ruang pori tanah dapat berubah dengan cepat tergantung pada faktor cuaca dan sejumlah faktor lainnya.
Unsur-unsur yang biasanya ditemukan dalam jumlah paling banyak adalah: O, Si, Al, Fe, C, Ca, K, Na dan Mg. Ini merupakan unsur-unsur utama yang banyak ditemukan dalam kerak bumi atau bahan endapan (sediments). Oksigen merupakan unsur yang paling umum dijumpai dalam kerak bumi dan tanah. Unsur ini menyusun sekitar 47 % berat kerak bumi dan lebih dari 90 % volume kerak bumi (Berry dan Mason, 1959).
Komponen inorganik menempati lebih dari 90 % komponen padat dalam tanah. Komponen inorganik ini memiliki sifat-sifat seperti ukuran, luas permukaan, dan karakter muatan yang sangat mempengaruhi reaksi-reaksi kinetik dan keseimbangan serta proses-proses yang terjadi dalam tanah.
Komponen inorganik dalam tanah meliputi mineral primer dan sekunder (dijelaskan di bawah) yang memiliki ukuran (diameter partikel) berkisar dari lempung (< 0,002 mm atau < 2 mm) sampai pasir kasar (> 2mm) dan batuan. Table 2.2 menyajikan daftar mineral primer dan sekunder yang banyak ditemui dalam tanah. Mineral didefinisikan sebagai senyawa inorganik alam yang memiliki sifat fisik, kimia dan kristalin tertentu. Mineral primer tidak mengalami perubahan sifat kimia selama proses pengendapan dan kristalisasi dari lava yang meleleh. Mineral primer yang umum dijumpai dalam tanah yaitu kuarsa dan feldspar. Sedang yang lainnya yang jumlahnya relatif lebih sedikit yaitu piroksin, mika, amfibol dan olivin. Mineral primer berada dalam fraksi pasir (partikel ukuran 2- 0,05 mm), dan debu (partikel ukuran 0,05 – 0,002 mm), dan mungkin juga fraksi lempung yang sedikit telah mengalami pelapukan.
Mineral sekunder merupakan hasil pelapukan mineral primer yang telah mengalami perubahan struktur atau pengendapan kembali hasil pelapukan (dissolusi) dari mineral primer tersebut. Mineral sekunder yang biasa terdapat dalam tanah yaitu mineral aluminosilikat (seperti kaolinit dan motmorilonit), senyawa oksida-oksida (contoh; gibsit, goetit, dan birnesit),  bahan-bahan amorf (seperti imogolit dan allofan), mineral sulfur dan mineral karbonat. Mineral sekunder biasanya terdapat dalam fraksi lempung, tetapi fraksi debu kadang-kadang juga mengandung mineral ini.
Fraksi atau komponen inorganik/anorganik biasanya berupa silikat dan oksida. Biasanya dikenal 6 tipe silikat tanah berdasarkan susunan tetrahedra SiO4 dalam strukturnya:
1.     Siklosilikat: Lingkar tertutup atau lingkar ganda dari tetrahedra (SiO3,Si2O5). Contoh: Turmalin
2.     Inosilikat: Rantai tunggal atau ganda dari tetrahedra (SiO3, Si4O11). Contoh: Ampibol, piroksen, horenblende.
3.     Nesosilikat: Tetrahedra SiO4 terpisah. Contoh:  Contoh: Yakut, olivin, zirkon, topas.
4.     Filosilikat: Lembar tetrahedra (Si2O5). Contoh: Klorit, illit, kaolinit, montmorillonit, vermikulit.
5.     Sorosilikat: Dua atau lebih tetrahedra berangkai (Si2O7, Si5O16). Contoh: Epidot.
6.    Tektosilikat: Jaringan tetrahedra (SiO2). Contoh: Feldspar, zeolit
            Kesetimbangan Kimia dalam tanah
ü  Laju Reaksi
1)        A2  +  B2                2AB

Laju reaksi tergantung laju tumbukan antara molekul A2  dan  B2 , laju ini tergantung atas jumlah atau konsentrasi molekul A2  dan  B2.
S1 = K1 (A2 )  (B2)
S1 = Kecepatan reaksi
K1= Konstante laju reaksi
Karena laju reaksi proporsional dg kadar A2 dan  B2, maka ini juga proporsional dengan produk reaksi yang dihasilkan. Pada saat yg sama AB juga cenderung untuk berubah menjadi A2  dan  B2.
2)        2AB                 A2  +  B2
            S2 = K2 (AB)  (AB) = K2 (AB)2
AB yg terjadi 2 kali, jadi AB harus bertubrukan untuk menghasilkan A2 dan  B2.
3)        Ini berarti reaksinya secara keseluruhan eaksinya dapat ditulis:
A2  +  B2                    2AB
Bila kecepatan reaksi S1 dan S2 sama, maka reaksi ini dikatakan dalam keseimbangan kimia.
S1 = K1 (A2 )  (B2) = S2 = K2 (AB)2
K1 (A2 )  (B2) = K2 (AB)2
K1/K2 = K = (AB)2/(A2 )  (B2)
a)        Rasio konstante laju eaksi, K = konstante keseimbangan untuk reaksi :
4)        A2  +  B2                2AB
2AB                 A2  +  B2, konstante keseimbangannya 1/K
Makna K, bila K > 1, berarti reaksi melaju cepat dari kiri ke kanan, lemah dari kanan ke kiri; Bila K = 1, berarti konsentrasi A, B dan AB sama; Bila K< 1, berarti reaksi cenderung lebih banyak bergeser dari kanan ke kiri.
Dalam prakteknya nilai K sering dinyatakan dengan pK = - log K
Contoh: K = 10-5,6                                       pK = 5,6
            Normalitas
Normalitas didefinisikan sebagai jumlah gram berat equivalen dari bahan terlarut dalam 1 liter larutan. Contoh:
1). 1 mol HCl direaksikan dg 1 mol NaOH, karena keduanya mengandung jumlah molekul yang sama maka 1 mol menunjukkan berat 1 equivalen.
1 mol HCl = 35,5 + 1 = 36,5 gr
1 mol NaOH = 23 + 16 + 1 = 40 gr
Reaksi antara asam dan basa ini akan menghasilkan reaksi netralisasi yang komplet. Karena keduanya senyawa monovalen, maka 1 N =
2). 2NaOH + H2SO4               Na2SO4  +  2H2O
     Jadi 2 mol NaOH bereaksi dengan 1 mol H2SO4
     Berat ekuivalen dari H2SO4 yang bereaksi dengan 1 mol NaOH adalah 
     2 + 32 + (4 x 16) = 98/2 = 49 gr. Jadi normalitas H2SO4 dalam reaksi
     itu 49gr/liter.
ü  Sifat Penyangga Tanah
Reaksi tanah (pH) tidak mudah diturunkan ataupun dinaikkan secara mendadak, karena di dalam tanah ada sifat penyangga pH. Komponen tanah yang mempunyai sifat menyangga ini adaIah gugus asam Iemah seperti karbonat serta komplek koloidai tanah yakni koloid Iiat dan koloid humus. Koloid tanah dikelilingi oleh ion-ion H yang terjerap pada permukaannya dan di pihak lain ada ion-ion H yang tidak dipengaruhi oleh komplek jerapan tanah , yakni ion H yang herada pada larutan tanah. Ion H yang terjerap dan yang berada di dalam larutan tanah berada dalam keseimbangan.
Mekanisme sanggaan dapat dijelaskan berdasarkan sifat dissosiasi ion H dari asam koloidal lemah. Reaksinya sebagai berikut dan Gambar 5.1.
Ion H yang terjerap <==========> Ion H dalam larutan tanah
(Kemasaman cadangan) ( Kemasaman aktif)
Asam Iemah ini mempunyai tingkat disosiasi yang Iemah dan sebagian besar dari ion H masih tetap terjerap pada permukaan koloid. Bila suatu tanah masam ingin dinaikkan pH nya, maka dilakukan pengapuran, dan akibatnya reaksi akan beralih ke kanan dimana ion-ion Ca dari kapur lebih banyak terjerap, tapi ternyata pH tidak banyak berubah. Hal ini terjadi karena ion-ion H masih banyak terjerap pada koloid tanah. Dengan penambahan kapur yang Iebih banyak lagi hingga cukup untuk mebebaskan semua ion H dari kompIek jerapan tanah dan digantikan oleh ion Ca, maka akan terjadilah peningkatan pH tanah yang lebih nyata. Ini berarti kemasaman cadangan telah dinetralkan.
Dengan adanya sifat penyangga di dalam tanah, hai ini dapat menjaga penurunan pH yang drastis akibat bertambahnya ion H oleh suatu poroses biologis ataupun perlakuan pemupukan. Adanya aktifitas jasad jasad hidup di dalam tanah atau perlakuan pemupukan yang bersifat asam akan menyumbangkan banyak ion H, sehingga reaksi beralih ke kiri, namun demikian penurunan pH juga tidak nyata. HaI ini juga disebabkan oleh adanya sifat sanggaan tanah tadi. Dari uraian diatas jelaslah bahwa sifat sanggahan tanah sangat penting artinya dalam menjaga kestabilan reaksi tanah, sehingga gejolak pH yang hebat tidak terjadi yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman.













BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
·         Reaksi tanah menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah yang dinyatakan dengan nilai pH. Nilai pH menunjukkan banyaknya konsentrasi ion hidrogen (H+) di dalam tanah. Makin tinggi kadar ion H+ didalam tanah, semakin masam tanah tersebut.
·         Pada tanah-tanah masam jumlah ion H+ lebih tinggi daripada OH-, sedang pada tanah alkalis kandungan OH- lebih banyak daripada H+. Bila kandungan H+ sama dengan OH- , maka tanah bereaksi netral yaitu mempunyai pH = 7 (Anonim 1991).
·         Tekstur tanah tersusun dari tiga komponen, yaitu: pasir, debu dan liat. Ketiga komponen tersebut dibedakan berdasarkan ukurannya yang berbeda. Partikel pasir berukuran antara 200 mikrometer sampai dengan 2000 mikrometer. Partikel debu berukuran antara 2 mikrometer sampai dengan kurang dari 200 mikrometer. Partikel liat berukuran kurang dari 2 mikrometer.
·         Kandungan bahan organik dalam tanah merupakan salah satu faktor yang berperan dalam menentukan keberhasilan suatu budidaya pertanian. Hal ini dikarenakan bahan organik dapat meningkatkan kesuburan kimia, fisika maupun biologi tanah. Penetapan kandungan bahan organik dilakukan berdasarkan jumlah C-Organik (Anonim 1991).
Daftar Pustaka















































2 komentar:

  1. mantap artikelnya gan, sangat bermanfaat.

    www.kiostiket.com

    BalasHapus
  2. Borgata Hotel Casino & Spa - Tim Hortons
    Borgata Hotel Casino 강원도 출장마사지 & Spa 논산 출장안마 The casino 양주 출장안마 offers the finest in luxury at its finest 정읍 출장안마 in the Northeast with all the amenities you could 영천 출장마사지 find at any casino

    BalasHapus